Ada ungkapan yang mengatakan bahwa "Lebih Baik Sakit Gigi Daripada Sakit Hati". Bgi ku itu adalah ungkapan paling ngga' banget! kenapa!? karena orang itu pasti belom pernah yang namanya ngerasain gimana rasanya sakit GIGI,,!! >.<
Sakit gigi banyak penyebabnya, bisa dikarenakan gigi berlubang atau penyebab lainnya. Umumnya orang sakit gigi mempunyai gigi yang berlubang. Dan, sialnya aku termasuk ke dalam kelompok pada umumnya!!
Entah sejak kapan aku udah mulai ngerasain apa itu sakit gigi. Sepanjang ingatanku, udah dari kecil aku emang bermasalah dengan gigi. Karena apa!? Aku suka sekali makanan manis terutama Cokelat dan Permen. Mungkin itu jadi faktor utama penyebab sakit gigi yang kuderita selama ini.
akibat dari gigi yang bermasalah ini aku harus merelakan dua (2) !! Gigi gerahamku yang udah ngga' tertolong lagi,,, :(
Dan proses pengeksekusian itu berlangsung dramatis. Karena algojonya adalah AKU bukan DOKTER GIGI,,!!
Yeps, Sakit gigi pasti identik dengan dokter gigi, dan aku paling TAKUT sama dokter gigi. Mau seGANTENG apapun seRAMAH apapun kalo' dia dokter gigi tetep aja MENYERAMKAN bagi ku. Jadi, daripada aku berurusan dengan dokter gigi untuk masalah gigi berlubang dan gigi goyang yang ku derita, pada malam itu dengan menahan napas dan menguatkan mental aku eksekusi sendiri gigi yang bermasalah itu. Dan Alhamdulillaah,,, lancar. Aku udah bisa bernapas lega.
Namun, kelegaan ku itu ngga' berakhir di situ, karena aku masih punya setengah gigi berlubang lagi yang bercokol di dalam mulutku. Uughhh,,,,!!! >.<
kenapa aku bilang setengah!? karena emang cuma setengah, yang setengah lagi udah aku eksekusi!! heheheh,,, dan yang paling menyakitkan adalah letak gigi bermasalah itu.
DI RAHANG ATAS!!!
Dan kau tau apa!? Hal paling menyakitkan di dunia ini adalah jika kita mengalami masalah gigi di rahang atas. Karena rasa sakitnya benar-benar nggak bisa dideskripsikan. SUAKIT BUANGET,,!!! >.<
Menurutku, ini disebabkan saraf gigi bagian atas langsung mengarah ke otak, jadi sakitnya bener-bener AMPUUUNN,,,!! Dan malangnya aku, setelah sekian lama gigi setengah ini nggak bermasalah dengan tidak hormatnya dia dua hari yang lalu berulah lagi.
Aku tersiksa dengan rasa sakit yang ditimbulkan oleh gigi ngga' tau diri ini. Bener-bener susah ngegambarinnya. POKOKNYA SAKIT BANGET,,!!
Buat ngunyah nggak bisa, buat senyum nggak bisa bahkan buat tidur pun nggak bisa!! :(
Dan, kalau udah begitu yang bisa aku lakuin adalah pasrah dan memberinya obat yang bisa meredakan sakitnya. Pokoknya sakit gigi itu bener-bener MENYIKSA,,!! Semua badan ngerasaiinnya apa lagi kepala, beeeuuuhh,,,, udah-udah lagi, cenutnya bikin emosi cepet meledak!!
So, intinya bagi yang bilang "Lebih Baik Sakit Gigi daripada Sakit Hati" mending dipikirin lagi deehh,,, karena buat aku, "Lebih Baik Sakit Hati daripada Sakit Gigi". kenapa? Karena kalo' sakit hati masih bisa makan enak, tapi kalo' udah sakit gigi nggak bakal bisa makan enak. :D
STOP SAKIT GIGI MULAI SEKARANG,,!!
My World My Creation
Pages
Ardhian's Zone
WELCOME to My Zone,,,
Here, You can read my Creation,,
like story or something like that,, :)
Enjoy Your Visit :)
Jumat, 10 Februari 2012
Memories of the Rain (7/end)
Sementara itu, mobil yang dikendarai Raharjo perlahan mulai memasuki kawasan pusat rehabilitasi. Dia memakirkan mobilnya di dekat pohon angsana yang banyak tumbuh di halaman rumah rehab itu. Dengan perasaan sedikit waswas Raharjo dengan mendorong kursi roda Embun pun melangkah memasuki lobby, setelah berbincang sejenak dengan petugas penerima tamu, mereka pun melanjutkan langkah untuk menemui Dokter Ardi, dokter yang selama ini menangani kasus Tirta.
Sebelum mencapai ruangan dokter itu, mereka dikejutkan oleh teriakan seseorang yang disusul oleh derap langkah beberapa orang yang menuju ke suatu titik. Dengan perasaan was-was yang semakin memuncak Raharjo dengan sedikit usaha mendorong kursi roda Embun pun berlari mengikuti arus yang membawa mereka menuju ke sebuah taman yang letaknya agak tersembunyi dari pandangan orang.
"maaf, kalau boleh tau ada apa ya,,?? Kok pada lari-lari gini,?" tanya Rahajo pada salah satu pria yang ikut berlari menuju ke tempat itu.
"ituu Pak,,, ada yang mau bunuh diri,," jawabnya cepat.
"ya ampun,,, terus gimana,,?" tanya Embun, entah kenapa yang melintas di kepalanya adalah Tirta, "Ya Allah,, semoga itu bukan Tirta,," lirihnya dalam hati.
"katanya sih ngga' jadi,,," jawabnya sambil mengingat-ingat sesuatu,, "iya kok ngga' jadi,,,"
"kalo' ngga' jadi, terus ini pada lari-lari mau kemana?" kejar Raharjo.
"itu ada yang ninggal di taman," jawabnya cepat.
"innalillahiwainaillahiroji'un,,," ujar Raharjo dan Embun spontan.
Semakin mendekati taman itu semakin banyak orang yang berkumpul dan berbisik-bisik di sana. Raharjo mendorong kursi roda Embun menghampiri seseorang yang dia kenal dalam kerumunan orang di taman itu.
"Dokter Ardi,," sapa Raharjo pada orang yang sedang berusaha membelah kerumunan.
"aahh,,, pak Raharjo,,!! Untung bapak segera datang," ujar dokter Ardi lega.
"memangnya ada apa dok,? Aah iyaa,, saya datang bersama orang yang saya janjikan kemarin," kata Raharjo yang mulai mengenalkan Embun.
"pagi Dok, saya Embun, temannya Tirta," jawab Embun seraya mengulurkan tangannya ke arah dokter Ardi, tak lupa juga ia berikan senyum manis pada dokter yang terbilang maish muda ini.
"aah,,, jadi kamu orang yang sering diigaukan Tirta itu,, saya Dokter Ardi yang selama ini menangani Tirta," jawabnya seraya menjabat tangan Embun.
"ini ada apa ya Dok, kok semua pada lari-lari ke sini,," tanya Embun, yang masih belum mengerti apa yang sebenarnya tengah terjadi di sekitar mereka.
"saya juga belum begitu mengerti, Cuma tadi ada yang melapor pada saya, kalau ada seseorang yang dari tadi shubuh duduk di sini sampai sekarang belum beranjak dari tempatnya, dan ketika dihampiri ternyata orang tersebut telah tiada," jawab dokter Ardi dengan perlahan menyingkirkan orang-orang yang berjubel untuk mencapai bangku taman, di mana orang yang dimaksud tadi berada.
"memangnya siapa dok orang itu,?" kali ini Raharjo tidak dapat menyembunyikan rasa khawatirnya, "semoga bukan Tirta,," ujarnya berulang dalam hati.
"saya juga belum tau pak,,," jawab dokter Ardi yang kini sudah berhasil sampai di bangku yang dimaksud. Tampak di sana seseorang dengan baju koko telah dibaringkan di atas bangku dengan mata terpejam dan senyuman damai yang terukir di wajahnya. Dokter Ardi yang melihat pertama kali siapa yang tengah berbaring dengan damainya ini terkejut dan berpaling pada Raharjo yang berdiri di sampingnya dengan tatapan kaget dan tak percaya.
Raharjo mematung di tempatnya berdiri, ia tak sanggup lagi menahan perasaannya ketika melihat dengan mata kepalanya sendiri siapa orang yang berbaring tanpa nyawa itu. Air mata pun mulai turun satu-satu menghiasi wajahnya yang mulai mengeriput dimakan usia.
"Tirta,,, mengapa kau pergi secepat ini nak,, kenapa kau tega meninggalkan ayah seperti ini,,, ayah bahkan belum pernah membahagiakan kamu nak,,, apa kamu sudah tak peduli lagi saya ayah, makanya kamu pergi secepat ini nak,, maafkan ayah nak,, maafkan ayah yang tidak bisa menjadi ayah yang baik buat kamu,,, ayah sayang sama kamu nak,,, maafkan sikap ayah yang selama ini tak peduli padamu,, maafkan ayah yang telah bersikap tak adil padamu nak,,, maafkan segala kesalahan ayah dan semoga kamu sekarang bahagia di sana,, ayah rela kamu pergi jika itu memang jalan terbaik yang diberikan Tuhan padamu,,, selamat tinggal jagoanku,,, doa ayah akan selalu tercurah padamu,,," ujar Raharjo dalam hati seraya mengusap wajah anaknya yang kini seakan tengah tertidur dengan nyenyak. Tak ada gurat kesedihan di sana, yang ada hanyalah sebuah senyuman yang menghiasi wajahnya yang kini mulai mendingin.
Tak jauh beda dengan Raharjo, Embun pun merasakan emosi yang sama ketika melihat siapa orang yang berbaring tanpa ruh di depannya. Dia benar-benar terpukul dengan apa yang dia saksikan. Orang yang selama ini ia nanti-nantikan kehadirannya, orang yang selama ini bayangannya selalu menemani tidur malamnya yang jauh dari kata indah, dan orang yang selama ini mendekam dalam palung hatinya, kini telah pergi meninggalkannya sendiri untuk selamanya.
Pergi dengan meninggalkan segurat rindu dan segenggam cinta darinya dan untuk pria itu, namun ternyata hidup memang selalu memberikan sebah kejutan-kejutan yang takkan pernak kita tau. Dan kejutan hidup kali ini benar-benar mengguncang gadis itu. Kala rindu yang selama ini ia pendam dan ia harapkan untuk dapat terobati pada hari ini. namun tatkala rindu yang sebentar lagi tak lagi sekedar mimpi, kenyataan perih yang dihadapi benar-benar mengiris hati.
"Tirta,,, kok kamu tega banget sih sama aku. Pergi gitu aja tanpa pamit dan tanpa kata-kata perpisahan. Kamu tau ngga' sih, hari ini waktu aku bangun pagi, aku ngga' pernah ngerasa sesenang tadi, aku seneng akhirnya aku bisa ketemu sama kamu lagi, bisa becanda sama kamu lagi, yang pasti aku seneng banget bisa ngeliat kamu lagi. Tapi, kenapa kamu harus pergi secepat ini sih Ta,, disaat aku udah maafin kamu, disaat rasa sayangku buatmu udah g kebendung lagi, dan disaat aku mulai nyiapin hati aku buat nerima keadaan kamu,, kenapa kamu malah pergi ninggalin aku sendirian Ta,, selama ini aku kuat menjalani hidup aku yang ngga' sempurna ini karena aku terus inget kalau kamu di suatu tempat di belahan bumi ini yang terus inget sama aku. Yang suatu hari bakalan ada di samping aku. Terus sekarang aku harus gimana Ta,, hidup di dunia yang ngga' ada kamu di manapun pasti bakalan berat banget Ta,,, ngga' ada orang yang bakal menyayangiku lebih dari kamu, aku ngga' tau Ta, gimana harus menghadapi semua ini. Ini bener-bener menyakitkan bagi ku. Tapi, kalau memang ini yang terbaik yang dikasih Tuhan buat kamu, aku ikhlas Ta,, aku ikhlas kamu pergi Ta, semoga kamu bahagia di sana. Aku ngga' bakalan lupa sama semua yang udah pernah kamu kasih buat aku Ta,,, selamat tinggal cinta, semoga engakau damai di sisi-Nya,,,"
@@@
Setelah seluruh prosesi pemakaman selesai dilaksanakan, masih dalam suasana berkabung, rumah keluarga Raharjo pun masih ramai dikunjungi oleh sanak saudara. Embun yang sejak kemarin tinggal di rumah duka, kini terlihat tengah merenung di halaman belakang, mengenang semua yang pernah ia alami bersama. Ketika ia sedang asyik melamun, tiba-tiba ia dikagetkan oleh kedatangan seorang wanita berpakaian layaknya suster yang bekerja di rumah sakit.
"maaf Mbak,, saya mengganggu sebentar ada yang harus saya sampaikan pada Mbak Embun," sapa wanita itu.
Embun dengan sedikit terkejut memalingkan mukanya menghadap orang yang telah menyapanya.
"maaf, anda siapa ya,,?" tanya Embun seakan mengingat-ingat.
"saya Laksmi Mbak, perawat yang selama ini merawat mas Tirta," jawabnya dengan senyum manis.
"ooh,, ada apa suster mencari saya?" tanya Embun tak mengerti.
"saya hanya ingin menyerahkan ini pada mbak Embun." ujarnya seraya menyerahkan sebuah kotak persegi panjang yang telah berhiaskan kertas bergambar love. "ini saya temukan di kamar mas Tirta kemarin saat saya sedang membereskan kamarnya. Ssebelumnya saya minta maaf Mbak, jika saya lancang. Kemarin karena penasaran saya membuka salah satu isinya, dan di sana tertera nama Mbak, jadi saya menyimpulkan ini pasti untuk Mbak," ujarnya hati-hati.
Embun memandang Suster Laksmi dengan tidak suka. "maaf Mbak, tapi saya belum sempat membacanya, saya hanya ingin melihat nama yang ditujuakan oleh surat-surat itu Mbak. Saya beraani sumpah jika Mbak tidak percaya," tambah Laksmi yang merasa dihakimi oleh tatapan Embun.
"terima kasih ya Sus, Suster sudah mau repot-repot membawakan ini pada saya," ujar Embun tulus.
"sama-sama Mbak. Saya juga turut berduka cita atas apa yang telah terjadi dengan mas Tirta," balas Laksmi.
"terima kasih,,"
"baiklah Mbak, saya kira urusan kita sudah selesai. Saya permisi dulu mbak,," ujar Laksmi seraya menjabat tangan Embun.
Setelah Laksmi meninggalkannya sendiri, perlahan ia mulai membuka katak bergambar love itu. Dan di dalamnya, ia menemukan tumpukan dari banyaknya surat yang tak beramplop. Embun mengambil satu dan melihat bahwa surat itu memang ditujukan padanya. Ia mengambil lagi yang lain dan melihat alamat yang dituju, ternyata semua surat itu di tujukan untuknya dari Tirta.
Embun pun mengambil salah satu surat yang bertanggal paling baru. Dua hari sebelum Tirta menghembuskan napas terakhir. Perlahan namun pasti ia pun mulai menelusuri kata demi kata dalam surat itu, dengan diiringi deraian air mata di setiap kalimat.
@@@
Dear My Angel Embun Prameswari,
Hai,, Mbun,, gue yakin sekarang loe pasti lagi nangis, iya kan?! Hahaha,,, loe nangisin apa sayang?! Kalo' loe nangisin gue, cepet apus air mata loe, karena gue paling ngga' suka ngeliat loe nangis, apalagi karena gue.
Embun yang paling gue sayang, mungkin waktu loe baca surat ini gue udah ngga' ada di samping loe lagi. Mungkin gue udah pergi ke tempat di mana gue ngga' bakal bisa nyakitin orang lain lagi, terutama nyakitin loe. Mbun,,, beberapa hari ini, gue selalu ngimpiin nyokap gue, dan loe tau ngga'? Nyokap gue ngajakin gue ke tempat yang baguuuss banget. Gue ngerasa di tempat itu gue bisa ngelupain semua masalah gue, tempat itu bikin gue nyaman dan damai banget. Dan entah kenapa, gue ngerasa gue pengen banget tinggal di tempat itu.
Tapi, setiap keinginan gue itu muncul entah kenapa hati gue kaya' ngga' terima. Loe tau apa yang buat hati gue ngga' terima? Jawabannya adalah karena loe Embun Prameswari. Hati gue selalu ngelarang gue pergi ke tempat itu, karena gue ngerasa kalo' gue tinggal di sana gue ngga' bakal bisa ketemu loe lagi Mbun, dan gue ngga' suka itu.
Tapi, mimpi-mimpi itu terus aja dateng setiap malam, dan mama tiap malem juga nyamperin gue Mbun, terus terang gue kangen banget sama mama, dan gue ngga' mau pisah lagi sama dia. Makanya, setelah mama ngasih tau bakal nemuin gue ngga' lama lagi, gue langsung nulis ini buat loe Mbun, karena gue tau gue ngga' bakal lama lagi harus pergi ninggalin loe.
Lewat surat ini, gue Cuma mau bilang maaf. Maaf karena gue udah bikin loe ngga' sempurna lagi. Maaf karena gara-gara gue loe harus rela hidup dengan kursi roda seumur hidup loe. Maaf, karena gue ngga' bisa nemenin loe di waktu-waktu terberat dalam hidup loe, ngga' bisa ngedukung loe di saat-saat seharusnya loe butuh kehadiran gue di sisi loe. Maafin gue juga karena gue ngga' bisa jadi cowok yang selalu ngelindungin loe, bukannya jadi cowok yang malah nyelakain loe. Maafin semua perih, luka, sakit hati yang udah pernah gue kasih ke loe. Asal loe tau gue juga ngga' pengen semua kejadian ini bikin loe jauh dari gue.
Embun yang selalu ada dalam setiap mimpi gue, loe tau Mbun, ucapan loe tentang hujan ngga' bakal pernah gue lupain, karena gue ngerasa disetiap tetesan hujan itu tersimpan semua rasa rindu gue ke loe. Gue titipin semua rindu gue sama langit, dan setiap gue udah ngga' bisa nahan rindu gue lagi, langit yang bakal nerusin semua rasa itu ke loe lewat hujan. Ya, hujan, sesuatu yang selama ini gue benci. Jadi, setiap hujan turun gue selalu berharap di manapun loe berada di sana juga turun hujan, dengan begitu rindu yang gue titipin bersama setiap tetesannya bisa nyampe' ke hati loe.
Embun yang selalu ada di hati gue, lewat surat ini juga gue mau bilang terima kasih. Terima kasih karena udah jadi orang yang bikin gue ngerasa bahwa gue ditakdirkan hidup di dunia ini emang buat mencintai loe, gadis sederhana yang udah sukses bikin gue sadar bahwa selama ini gue udah ngebuang banyak waktu gue buat hal-hal yang ngga' berguna. Terima kasih juga karena loe udah percaya sama gue, percaya kalau gue pasti bisa ngelupain trauma gue tentang hidup, tentang hujan dan tentang kehilangan. Makasih Mbun, karena udah jadi seseorang yang tulus mencintai gue dengan segala kekurangan yang ada di diri gue, dan maaf karena gue belum sempet buat loe bahagia karena udah kenal gue. Terima kasih untuk segala cinta yang udah loe kasih ke gue. Terima kasih banyak, hanya doa gue yang tulus agar loe selalu bahagia setiap hari yang bisa gue kasih ke loe sebagai balasan cinta loe ke gue. Terima kasih sayang, karena loe udah mau mencintai seseorang yang penuh kekurangan ini.
Embun yang selalu bening di setiap hari, gue harap loe bahagia setiap hari setelah gue ngga' ada, gue harap loe bisa dapet pengganti gue, seseorang yang dengan tulus bisa nerima loe apa adanya. Seseorang yang akan selalu bisa bikin loe bahagia, seseorang yang akan selalu siap ngelindungin loe. Gue harap loe mulai ngelupain gue dan belajar hidup tanpa gue. Biarlah gue jadi kenangan dalam hati loe, biarlah gue jadi seseorang yang pernah dan bakal terus mencintai loe. Biarlah gue tinggal di sudut hati loe sebagai kenangan. Loe harus melanjutkan hidup loe Mbun, hidup loe masih panjang, dan loe berhak mendapat kebahagiaan yang lebih, bukan dari gue, tapi dari seseorang yang bakal bikin hidup loe sempurana karena mencintai loe apa adanya.
Gue rasa cukup itu aja yang bisa gue ungkapkan sama loe, gue mau mulai mempersiapkan apa aja yang harus gue bawa waktu nyokap gue dateng, entah kapan tapi yang jelas bentar lagi. Selamat tinggal Embun, loe bakal tetep jadi orang yang selalu ada di hati gue, loe adalah orang yang akan gue cintai selamanya. Gue harap gue bisa jadi kenangan indah dalam hidup loe, kenangan akan seorang cowok yang mencitai loe lebih dari dirinya sendiri, seorang cowok yang selalu mencintai dan menyayangi loe walau napas udah ngga' bersamanya lagi. Selamat tinggal dan maaf gue ngga' sempet nemuin loe buat ngucapin ini semua. Terima kasih dan selamat tinggal.
Dari seseorang yang selalu merindukan dan menyayagi loe
Tirta Waratmaja
@@@
Hidup memang tak selalu menyajikan kisah yang bahagia, tak jarang hidup bertubi-tubi menyuguhkan kisah tragis yang menggiris hati, namun percayalah, bahwa di setiap kejadian tragis yang kita alami itu terselip sebuah kisah yang membahagiakan kita pada akhirnya. Kita hanya perlu jeli, sabar dan terus berusaha mengambil kebahagiaan yang terselip dalam kisah itu. Jika kita kurang sabar, maka niscaya kebahagiaan itu akan terus tertutup duka. Ingatlah, bahwa bahagia ada di mana-mana, jika kita menganggap bahwa hidup yang kita jalani tidah pernah bahagia, aku yakin itu hanya karena kita kurang jeli dalam menemukan bahagia yang terkadang bersembunyi dalam duka. Teruslah berusaha mencari kebahagiaan yang ada di sekitar kita dan bagilah kebahagiaan itu untuk orang lain agar mereka juga akan menemukan kebahagiaan mereka sendiri dan membaginya kepada kita. Karena kebahagiaan tak akan lengkap tanpa kebahagiaan orang lain juga.
_____END__
Memories of the Rain (6)
Malam ini gue mimpi aneh banget. Bukan mimpi buruk seperti yang selama ini gue dapet, tapi sebuah mimpi yang menenangkan yang selama berhari-hari ini mampir di tidur gue. Aneh, karena gue ngga' mengenal lokasi mimpi gue itu, dan yang paling bikin gue heran adalah gue ngerasa tentram waktu gue ada di dalam mimpi itu. Hingga waktu bangun pun gue masih tetep kebayang-bayang sama tempat di mimpi gue itu.
Dan mimpi itu udah kaya morfin bagi gue, selama gue inget mimpi itu gue ngerasa damai, rileks, dan entah apa lagi, yang jelas gue ngerasa tenang banget. Tenang yang begitu misterius. Gue ngga' ambil pusing sama ketenangan yang perlahan merasuk ke dalam diri gue, selama ketenangan ini bisa bikin gue ngga' ngeliat film-film horor dalam kehidupan gue, saat hujan turun, gue rasa gue mau aja dapet mimpi kaya' gini terus menerus.
Yaa,, selama beberapa hari ini langit ngga' pernah cerah sehari pun, tiap saat hujan mengguyur kota kecil di mana gue berada. Dan selama itu pula dengan anehnya, gue ngerasa baik-baik aja. Bahkan gue ngga' melempar bantal seperti biasanya saat gue mulai melihat prolog dalam mimpi gue. Keadaan ini bener-bener bikin gue merasa bahwa gue baik-baik aja.
Pagi ini, gue terbangun dengan deru napas yang tidak beraturan dan keringat membanjir dari pelipis gue. Bukaan,, bukaan,,, gue ngga' mimpi buruk, kalo' itu yang kalian pikirkan. Gue mimpi ketemu nyokap gue yang udah tinggal di dunia lain. Waktu itu gue lagi jalan-jalan seperti biasa di tempat yang masih asing buat gue. Dan ketika gue sedang menikmati pemandangan di sana, tiba-tiba ada yang nyamperin gue dan negor gue. Dan loe tau siapa?! Dia nyokap gue!?
Nyokap yang selalu gue rindukan, dalam mimpi gue itu nyokap kelihatan cantik banget, pake' gaun putih yang bikin beliau makin bersinar. Di sana nyokap ngajakin gue ngobrol, dan gue juga sempet ngungkapin apa yang selama ini gue pendam. Lega rasanya, akhirnya gue bisa juga ngucapin yang selama ini ngeganjel di hati gue. Gue juga sempet cerita sedikit soal Embun. Dan loe tau ngga', nyokap gue ngerestuin hubungan gue sama Embun.
Dan waktu gue mau cerita banyak sama nyokap, beliau malah hilang, gue cari di setiap sudut di tempat itu, tapi tetep ngga' ketemu. Dan disaat gue udah kelelahan nyariin nyokap gue, tiba-tiba aja ada suara khas nyokap gue, yang bikin gue membeku. Nyokap bilang kalo gue pasti ketemu lagi sama dia, ngga' lama lagi. Gue ngga' ngerti apa maksud ucapan nyokap gue itu, tapi yang jelas itu pertanda baik buat gue.
@@@
Hari ini Raharjo membawa Embun untuk menemui Tirta. Sepanjang perjalanan menuju tempat putranya dirawat, tak ada yang berbicara, hanya suara alunan penyiar radio yang mengisi kekosongan yang terjadi selama perjalanan tersebut. Sejak berangkat dari rumah untuk menjemput Embun, Raharjo berdoa tak putus-putus, entah kenapa dia mempunyai firasat yang ngga' enak tentang putra tunggalnya itu, hal itu membuatnya gelisah sejak meninggalkan rumah menuju Panti Asuhan Kasih Ibu untuk menjemput Embun.
Tak jauh berbeda dengan Raharjo, Embun pun merasakan firasat itu juga. Entah kenapa semalam ia memimpikan Tirta yang mendatanginya dengan memakai baju putih-putih dan tak ada tanda-tanda penyesalan mendalam yang selama ini terpancar dari wajahnya. Malam itu dalam mimpinya ia melihat Tirta begitu damai dan tenang. Ia bahkan sempat mengucapkan kata-kata yang sukses membuatnya meneteskan air mata karenanya.
Dalam mimpinya Tirta meminta maaf padanya karena telah membuatnya cacat seperti ini, dan dia meminta satu hal padanya. Agar dia-Embun- dapat memaafkan dan melanjutkan hidupnya tanpa bayang-bayangnya. Ketika terbangun, Embun merasa air matanya menetes dengan deras entah karena apa, ia tak yakin air mata itu disebabkan oleh mimpinya tadi, tapi ia juga tidak tahu alasan yang lain.
Sepanjang perjalanan itu, mereka berdua terus memanjatkan doa pada yang Kuasa agar mereka diberi kesempatan untuk melihat orang yang begitu mereka sayangi dapat hidup lebih baik, dan agar tidak terjadi apa-apa padanya. Firasat itu semakin lama semakin buruk saja seiring pendeknya jarak yang tercipta antara mereka dan tempat yang kini akan mereka datangi.
"semoga kamu baik-baik saja Ta," doa Embun lirih, dalam hati.
@@@
Pagi ini, gue bangun dengan perasaan yang lebih damai dari hari-hari sebelumnya. Bangun tidur gue rapiin tempat tidur yang selama ini setia menemani hari-hari berat gue, gue juga ngrapiin nakas tempat gue menyimpan surat-surat gue buat Embun, yang selama beberapa ini gue tulis. Setelah mebereskan semuanya, gue pun mandi, mandi terlama yang pernah gue lakuin. Entah kenapa gue merasa kotor banget sama diri gue, akhirnya setelah lima kali mengusapkan sabun ke tubuh gue, gue pun menyudahi acara mandi pagi terlama gue ini.
Setelah itu gue pilih baju-baju yang ada di lemari kamar gue. Ngga' ada baju yang sesuai harapan gue, tapi setelah gue ubek-ubek tuh lemari, akhirnya gue dapet satu baju yang selama ini ngga' pernah gue pake', baju itu adalah baju hadiah ulang tahun gue dari Embun. Koko putih itu pun melekat dengan indahnya di badan gue. Akhirnya setelah berpakaian yang rapi jali seperti ini, gue pun memutuskan pergi ke taman di mana gue biasa menghabiskan hari-hari gue dengan mandangin bunga-bunga yang ada di taman itu.
Semua orang ngeliatin gue dengan tatapan mencurigakan, seolah-olah mereka ngga' pernah ketemu gue sebelumnya. Gue sapa semua orang yang gue temui selama perjalanan gue dari kamar ke bangku taman favorit gue itu. Mereka membalas salam gue dengan dahi berkerut. Emang salah ya kalo' gue nyapa mereka? Aah,, masa bodoh dengan itu semua yang jelas pagi ini gue ngerasa baik-baik aja, dan normal.
Setelah gue sampe di bangku taman tempat gue biasa menyendiri gue hirup udara pagi hari banyak-banyak, dan gue hembuskan pelan-pelan. Aahh,,, damainyaa,,, dengan senyuman yang entah kenapa hari ini males banget perginya, gue pandangin kupu-kupu yang lagi rebutan nektar bunga mawar di depan gue. Dan di saat gue lagi asyik menikmati pemandangan itu, dari kejauhan gue ngerasa kaya' ngeliat nyokap gue jalan mendekati gue.
Gue pun tersenyum ngeliat senyum nyokap gue, gue liat nyokap gue bawa sesuatu di tangannya dan gue ngga' tau itu apa. Setelah nyokap gue sampai di depan gue, gue pun bisa menghirup aroma wangi yang berasal dari nyokap gue. Wangi yang bikin gue tambah damai.
"mama kok kesini? Mau ngapain Ma,?" tanya gue polos, masih belum bisa ngilangin pancaran bahagia gue yang ketemu lagi sama nyokap.
"sudah saatnya Nak,,, mama kesini mau jemput Tirta, kamu udah siap kan Nak?" tanya nyokap lembut banget.
"emang kita mau pergi ke mana Ma?" tanya gue cengo.
"ke suatu tempat yang pasti kamu suka gimana? Udah siap?" tanyanya lagi, kali ini nyokap ngulurin tangan ke gue, seolah minta gue buat nyambut uluran tangannya.
"udah ma,, Tirta udah siap," kata gue mantap, dan dengan senang hati gue terima uluran tangan nyokap gue.
Perlahan gue bangkit dari duduk gue dan berjalan di samping nyokap gue. Nyokap ternyata ngajak gue ke tempat yang selalu ada di mimpi gue. Tentu aja gue seneng banget waktu gue tau diajak nyokap ke tempat ini.
"waah,,, mama tau aja kalo' Tirta suka banget sama tempat ini,," ujar gue waktu kita udah sampai di tempat favorit gue.
"kamu suka?" tanya nyokap sambil senyum.
"suka banget Ma,, makasih yaa,," ujar gue seraya mencium pipi nyokap gue, dan wangi itu semakin bikin gue nagntuk. "ma,, Tirta ngantuk nih,, Tirta mau tiduran dulu ya Ma,,"
"iya sayang,,"
"mama ngga' akan ninggalin Tirta kan kalo' Tirta tidur?" tanya gue kaya' anak kecil.
"ngga' sayang, Mama akan selalu ada di samping Tirta sekarang,," jawabnya yang bikin gue jadi tambah damai.
"makasih ma, selamat tidur,," ujar gue seraya rebahan dengan berbantalkan paha nyokap. Ngga' pernah selama ini gue ngerasa sedamai ini sekarang. Dan perlahan gue pun terlelap dengan senyum yang terus merekah di bibir gue. Makasih Ma,, udah bawa ke tempat ini. Ujar gue sebelum benar-benar terlelap.
____TBC______
Memories of the Rain (5)
“Paak… pak Raharjo…” ujar dokter Ardi menyadarkan pak Raharjo dari lamunannya.
“aah… maaf Dok, jadi begitu lah Dok… anak itu telah mengalami banyak penderitaan dalam hidupnya, sudah cukup penderitaan yang diterima anak itu. Tolong bantu dia keluar dari masalahnya Dok…” pinta pak Raharjo dengan wajah yang terlihat lelah.
“akan kami usahakan pak… tapi… selama dia belum mau membuka mulutnya untuk bicara pada kami, selam itu pula kami belum bisa mengambil tindakan yang ia perlukan pak. Yang kami dapat lakukan sekarang ini hanya mengawasinya agar tidak bertindak di luar kendali.”
“begitu juga baik Dok…”
“eeem… maaf pak, jika saya boleh tahu, gadis yang bernama Embun ini… apakah bapak mengetahui di mana ia tinggal dan bagaimana keadaannya sekarang?” Tanya dokter Ardi hati-hati.
“Embun… gadis ini terlalu baik untuk terlibat dalam masalah anak itu Dok, dan saya juga tak mu melihat anak itu lebih menderita dari sekarang.”
“jadi, bapak tahu keberadaan gadis ini dimana?”
“ya Dok… saya tahu…”
***
Jauuuhh dari tempat di mana sekarang Tirta berada, seorang gadis berkursi roda tengah membacakan sebuah dongeng pada sekumpulan anak kecil di salah satu sudut taman dari Panti Asuhan Kasih Ibu. Dengan bersemangat gadis itu membacakan sebuah dongeng yang berasal dari barat berjudul Little Mermaid.
Karena terlalu asyik mendongeng ia tak sadar jika dari tadi ada seorang pria paruh baya yang sedang memperhatikan kegiatannya tersebut. Tak lama berselang, gadis itu pun mengakhiri ceritanya dan perlahan menghampiri pria tersebut.
"apa kabar Om,?" sapanya seraya mencium tangan pria yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri.
"tidak begitu baik, bagaimana dengan mu?" jawab pria itu seraya mendorong kursi roda gadis itu menuju sebuah bangku yang ada di tengah taman itu.
"yaaaa,,,, seperti yang Om lihat sekarang," jawabnya seraya memberikan pria itu sebentuk senyum.
"bagaimana keadaan panti selama Om pergi?"
"lumayan rusuh Om, anak-anak jadi lebih ribut dari biasanya," jawabnya seraya memandang kumpulan pohon mawar yang tumbuh di sekitar kolam ikan mas di taman itu.
"hahahha,,, mungkin gara-gara ngga' ada yang nraktir lagi, makanya mereka ribut,,,"
"mungkin juga Om,," jawabnya dengan sedikit geli,"Oh ya Om,,, bagiamana keadaannya? Apakah sudah lebih baik?"
Pria itu hanya mendesah pelan dan melemparkan pandangannya pada sekumpulan kupu-kupu yang saling berebut serbuk bunga mawar. Itu pasti bukan pertanda baik. Batin gadis itu.
"semakin buruk, bahkan kata dokter, kemarin dia mencoba untuk bunuh diri lagi," jawabnya lirih.
"Astagfirullah,,, yang benar Om,!?" tanya gadis itu, terkejut mendengar apa yang baru saja terlontar dari mulut pria paruh baya tersebut.
"yaa,, pada awalnya Om juga ngga' percaya kalau dia bisa berbuat nekat seperti itu lagi. Namun, setelah melihat sendiri keadaannya, om baru bisa percaya,,"
"ya ampun Tirta,,, sampai kapan kamu akan seperti ini terus,,??" desahnya lirih.
"Om rasa, sudah saatnya kamu pergi menemuinya, siapa tahu dengan bertemu dengan mu keadaannya bisa menjadi lebih baik.
"baiklah Om, saya akan mencoba semampu saya untuk mengembalikannya seperti dulu." ujarnya mantap. "saya kangen dengan dia yang dulu,,"
"om juga,,," ujar pria itu lirih, dengan pandangan menerawang ke arah arak-arakan awan yang bergerak perlahan di langit. Dan ingatannya pun melayang ke masa di mana ia bisa berdamai sejenak dengan anak satu-satunya itu.
@@@
Waktu itu, adalah hari paling bersejarah dalam hidup seorang Raharjo. Anak laki-laki kesayangannya yang selama ini mengabaikannya, hari itu untuk pertama kalinya setelah 9 tahun tak saling menyapa, menegurnya dengan raut wajah yang sangat jarang ia temui. Bahagia. Ya, setelah sekian lama tak melihat wajah bahagia putranya, ia pun tertegun kala melihatnya.
"pa, besok aku mau pergi,,," itulah kalimat pertama yang dilontarkan putranya setelah sekian lama tak saling bertegur sapa, dan dia melontarkan kalimat tersebut dengan senyum terkembang. Selama beberapa detik Raharjo pun terdiam, tanpa kata. Mematri ekspresi bahagia yang disuguhkan oleh putranya.
"o ya,,? Kemana?" sahutnya sedikit antusias, mencoba mengimbangi apa yang telah dimulai oleh putaranya itu. Walau ia merasa masih sedikit kaku, namun, biarlah selama sikapnya itu dapat mempertahankan apa yang telah dia mulai.
"ke pantai Yah, boleh kan?" jawabnya antusias.
"tentu saja boleh,,, kamu mau pinjam mobil ayah,?"
"ngga' laah,, Tirta pake' motor aja, biar lebih romantis Yah,," jawabnya dengan sedikit tergelak.
Raharjo pun tak bisa mengalihkan pandangannya pada sebentuk tawa di depannya. Pasti ada sesorang yang telah membuat putranya "hidup" kembali seperti ini. Ia harus tau siapa orang yang telah berjasa tersebut. Tekadnya dalam hati.
"romantis,,?? Memangnya kamu mau pergi sama siapa,,??" tanyanya dengan memberikan sedikit godaan pada putranya itu.
"sama cewek lah Yaah,,, anaknya cantik lhoo,,," jawabnya sedikit berpromosi.
"O yaa,,,?? Dia pacarmu ya,,? Kok ngga' dikenalin sama ayah,,,?" goda Raharjo dengan memberikan satu kedipan mata menggoda pada putranya.
"belom sempet Yah,, tapi besok sebelum berangkat Tirta kenalin dulu kok sama Ayah,," jawabnya sedikit tersipu.
"boleeh,, ayah juga pengen tau seberapa cantiknya dia sampai-sampai anak ayah jadi tergila-gila seperti ini,"
"aah,, ayah, pokoknya dia itu cantik banget. Ngga' ada yang ngalahin deh,,," promonya.
"hahahha,,,, sama Titiek Puspa cantikan mana,?"
"yaaaah,,, Ayah mah,,, masa' bandinginnya sama Eyang Titiek Puspa, ya jauh lah Yah, masih cantikan Embun kemana-mana,,," jawabnya dengan sedikit mengerucutkan bibirnya.
"jadi namanya Embun,? Bagus juga namanya, ayah yakin perilakunya juga baik, seoerti namanya,,"
"tentu donk Yah,, pilihan Tirta gitu lhoo,,," jawabnya seraya menepuk dada, bangga. "udah ya Yah, Tirta mau istirahat dulu, nyiapin stamina buat besok, daa Ayaah,,,"
Sekelumit kenangan indah itulah yang terus mendorong Raharjo agar terus berjuang mengembalikan anaknya seperti dulu. Berbagai cara telah ia lakukan demi mengembalikan perangai anaknya. Mulai dari dokter hingga psikiater telah ia coba, bahkan sampai ke orang pintar dan pengobatan alternatif pun sudah ia lakukan. Namun, hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda perubahan yang signifikan.
Yaa,, setelah pada pagi hari di mana ia memperkenalkan Embun sebagai seseorang yang berarti dalam hidupnya, sore harinya dia mendengar berita tentang kecelakaan yang menimpa putranya. Sejak itulah ia tak pernah melihat lagi senyum berkelebat menghiasi wajah putranya, dan kecelakaan yang menimpanya beberapa tahun kemudian telah sukses membuat putranya tenggelam dalam dunia gelapnya sendiri.
Ia bahkan tak bisa mengenali lagi siapa penyandang nama Tirta Wiratmaja. Dia, lagi-lagi kembali mematikan dirinya sendiri. Hidup dalam kungkungan penyesalan, yang sebenarnya tak berarti. Karena semua yang terjadi adalah Takdir dari Sang Ilahi. Hingga terkadang, pada tengah malam ia mendengar putranya histeris karena mimpi buruk yang mungkin ia alami, berkali-kali ia temukan putranya itu mencoba mengakhiri hidupnya. Namun untung saja usaha itu dapat digagalkannya, hingga ia merasa tak sanggup lagi menghadapi semua itu sendiri. Akhirnya beberapa waktu yang lalu ia menyerahkan putra semata wayangnya itu pada yayasan yang sering menangani kasus seperti yang dialami oleh putranya tersebut. Sebuah tempat rehabilitasi bagi orang-orang yang mengalami goncangan jiwa.
Dan kali ini, setelah semua yang telah ia lakukan tak jua membuahkan hasil. Dia bertekad untuk mempertemukannya dengan sesorang yang ia harap dapat mengembalikan putranya agar menjadi Tirta yang dulu. Yaa,, dia berharap Embun dapat menjadi obat penawar yang mujarab bagi penderitaan yang ditanggung putranya itu. Hanya itulah harapan terakhir yang tersisa dari sekian banyak harapan-harapannya yang tak jua terwujud.
___TBC___
Sabtu, 28 Januari 2012
Memories of the Rain (4)
Sementara itu di tempat lain…
“bagaimana Dok? Apa ada perkembangan dengan pasien 314?” Tanya seorang pria paruh baya kepada dokter yang tengah memeriksa data beberpa pasiennya. Tampak dari raut wajah pria itu guratan kesedihan dan sebuah harapan yang mendalam.
“dari pengamatan kami selama satu minggu ini, bukannya membaik tapi semakin memburuk. Dia lebih sering berontak, walau tidak separah yang dulu.” Jawab dokter itu setelah memeriksa beberapa kertas.
“apa dalam seminggu ini sering hujan, dok?”
“lumayan sering, dalam sehari malah pernah tidak cerah semenit pun. Mendung. Itulah mengapa saya memanggil bapak kemari.”
“memang ada masalah apa Dok?” Tanya pria itu serius.
“dalam seminggu ini ada kelakuan yang tidak biasa yang ditunjukkan olehnya. Pemberontakan yang dia lakukan lebih emosional. Entah kejadian apa yang terlintas, sehingga membuatnya bertindak nekat seperti itu.”
“maksud dokter dengan bertindak nekat itu apa?”
“waktu itu, hujan turun lumayan deras. Dan kami sudah berjaga-jaga jika dia kembali memberontak. Tapi waktu itu, setelah dia mengamuk seperti biasa, dia juga berusah memotong nadinya dengan pecahan kaca yang ada di kamarnya. Untung saja kami datang tepat waktu dan dapat mencegahnya melakukan tindakan nekad itu. Maaf pak Raharjo, jika saya boleh tahu apa ada kejadian berat yang dialami anak itu sehingga dia bisa berbuat nekat seperti itu?”
“apakah waktu itu hujan yang turun, deras dan sering muncul petir Dok?” Tanya pria itu sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan oleh dokter Ardi.
“benar, waktu itu hujan deras dan berpetir.” Jawab dokter Ardi mantap.
“ternyata anak itu memang belum bisa memaafkan dirinya sendiri.” Desah pria itu murung. Dan perlahan kenangan kejadian dua tahun lalu berpuatar dalam ingatannya.
***
Dua tahun lalu, ada sebuah moment yang seharusnya menjadi moment bahagia bagi keluarga Raharjo, anak satu-satunya dari keluarga Raharjo akan mendapatkan gelar Sarjana Teknik dari sebuah universitas terkemuka. Persiapan untuk wisuda pun sudah matang. Mulai dari toga, jas, keluarga yang akan mengikuti prosesi tersebut, serta pesta perayaan wisuda pun sudah fix.
Pagi itu, pada hari bersejarah ini pak Raharjo melupakan sejenak perlakuan dinginnya terhadap anak semata wayangnya, yang selama ini telah dianggap sebagai anak pembawa sial bagi keluarga Raharjo. Dia ingin menjadi orang tua seutuhnya bagi anak laki-laki satu-satunya itu.
“kamu udah siap berangkat Ta?” sapa pak Raharjo ketika melihat anaknya turun dari lantai dua.
Anak lelaki itu pun hanya menatap dingin orang yang bertanya, dan terus melangkahkan kakinya keluar. Semenjak kejadian yang membuat ia harus kehilangan orang yang sangat berarti baginya, wajah itu, dan tatapan mata itu seakan tak bernyawa. Hampa, datar, dan tak berekspresi.
“maafkan papa Nak, semua ini salah papa, tak seharusnya papa bersikap seperti itu pada mu. Maafkan papa….” Ujar pak Raharjo dalam hati.
Di luar, seluruh keluarga besar Raharjo telah siap berangkat menuju aula tempat prosesi wisuda berlangsung. Ada kakek, nenek, paman,bibi, keponakan, sepupu, lengkap. Setelah semua dirasa telah siap, akhirnya rombongan keluarga besar Raharjo ini pun meluncur ke tempat yang telah ditunggu-tunggu selama empat tahun ini. Aula wisuda.
Setelah semua prosesi dijalankan, acara selanjutnya adalah sesi photo-photo. Setelah semua kebagian photo bersama sang wisudawan, akhirnya seluruh rombongan pengiring wisudawan ini pun bertolak menuju ke tempat pesta kelulusan.
Pesta kelulusan itu pun berlansung sangat meriah, seluruh keluarga memberikan ucapan selamat kepada lelaki yang telah berhasil mendapatkan gelar sarjana pertamanya tersebut. Namun anehnya, lelaki itu tak menampakkan raut bahagia layaknya seorang yang telah diwisuda. Wajah dan ekspresi itu tetap datar dan seakan tak bernyawa.
“sebenarnya ada apa dengan anak itu, bukannya pasang wajah bahagia malah ekspresi seperti itu yang Nampak.” Ujar seorang anggota keluarga Raharjo di sudut ruangan pesta.
“entahlah, tapi… bukannya anak itu emang udah dari dulu sikapnya kaya’ gitu, kamu juga pasti tau kan…” timpal anggota keluarga yang lain.
“yaa… yaa… yaa… gara-gara kejadian itu kan dia jadi mulai bertingkah aneh, tapi… seingatku belum lama ini dia bisa bertingkah normal kaya' anak-anak yang lain,”
“benarkah itu?! Aah… tapi masa’ iya sih, bukannya anak itu…”
“iyaa… aku tau itu, memang pada saat itu dia tidak sendiri…” potong orang yang berkemeja putih itu.
“tidak sendiri? Apa maksud mu? Bukankah anak itu selalu sendiri, aku saja tak pernah melihatnya bergaul dengan orang lain.” Timpal orang yang berjas kotak-kotak warna biru.
“memang, aku saja awalnya tak percaya dengan apa yang aku lihat, tapi setelah memastikannya sendiri, ternyata itu memang dia.”
“memang bagaimana keadaannnya saat kau bertemu dengannya, hingga membuatmu tak percaya seperti itu?”
“percaya atau tidak, dia hidup.”
“maksudmu?!”
“yaa… dia hidup, wajahnya benar-benar manampakkan ekspresi bahagia, dia tersenyum layaknya orang biasa, dia juga bisa tertawa dengan lepas, bahkan dia juga tak lupa bagaimana caranya bercanda. Benar-benar membuatku takjub, aku takkan lupa bagamana wajahnya ketika tertawa dan berekspresi seperti orang biasa.”
“benarkah apa yang kau katakan itu?”
“tentu saja!? Kamu kira aku membohongimu dengan segala cerita yang tak penting ini? Apa gunanya?!” timpal orang berkemeja putih itu dengan nada sedikit marah.
“maaf… maaf… bukannya aku tak percaya dengan ceritamu itu, tapi… membayangkan dia tersenyum dan bercanda, benar-benar membuatku…”
“yaa… yaa… aku tau, tapi setelah itu, saat aku berjumpa dengannya lagi, benar-benar membuatku tak percaya. Dia tampak lebih mati ketimbang yang dulu.”
“maksudmu?”
“yaa… kamu kan dapat melihat sendiri bagaimana keadaan dia sekarang, bukankah itu lebih buruk ketimbang dia yang dulu. Memangnya kamu tak merasakan perubahan itu?!”
“yaaah… memang, akhir-akhir ini aku juga merasa dia menjadi jauuh lebih aneh dari dia yang dulu. Oya, ngomong-ngomong katamu tadi waktu kau berjumpa dengannya dulu dia tak sendiri, memangnya dia bersama siapa?”
“aah yaa… aku hampir saja lupa, waktu itu dia bersama seorang gadis yang cantik sekali, benar-benar sebuah mukjizat dia bisa bertemu dengan gadis yang baik hati dan lemah lembut seperti itu.” Ujar pria berkemeja putih itu seraya menerawang.
“seorang gadis?? Benarkah itu?! Jangan-jangan itu kekasihnya?!”
“mungkin saja, dan dia hanya telihat hidup ketika dia bersama gadis itu.”
“lalu di mana gadis itu sekarang? Kalau memang dia benar-benar bisa menghidupkan anak itu, lebih baik segera saja kita nikahkan mereka. Aku benar-benar telah bosan melihat wajah matinya itu.”
“masalahnya adalah aku juga tak tahu di mana keberadaan gadis itu sekarang, dan saat aku berjumpa dengannya lagi, tak ada seorang gadis pun yang berada di sampingnya. Dan dia kembali mati seperti sekarang ini.”
“benarkah yang kau katakan itu?! Jangan-jangan gadis itu…”
“hei, jangan sembarangan bicara kau!! Kau tidak akan mengatakan jika gadis itu ternyata sudaah…”
“hei, aku kan hanya menduga-duga. Coba kau ingat-ingat kembali, apa coba yang bisa membuatnya mati seperti ini jika bukan kehilangan orang yang sangat berarti baginya.”
“benar juga apa yang kau katakan itu. Tapi aku berharap dapat berjumpa dengan gadis itu sekali lagi dan memintanya untuk menghidupakan kembali anak itu. Aku benar-benar ingin melihat wajah itu tertawa lagi.” Ujar pria berkemeja putih itu menewarang.
“ngomong-ngomong siapa nama gadis yang telah berhasil membuat keponakan kita itu hidup kembali?”
“anehnya nama gadis itu menunjukkan kalau dia memang tercipta hanya untuk keponakan kita itu.”
“memangnya siapa nama gadis itu?”
“nama gadis itu adalah…..”
“….??”
“Embun.”
***
Pesta yang dilangsungkan di salah satu hotel bintang lima itu pun berakhir sudah. Para tamu yang menyesaki ruangan pesta itu pun berangsur-angsur pergi meninggalkan ruangan pesta untuk kembali ke rumah masing-masing. Hanya tersisa sedikit tamu yang masih berada di ruangan itu. Tampak seorang pria berkemeja putih menghampiri sang raja pesta hari itu.
“haaaiii….. selamat ya… akhirnya kamu dapat juga gelar yang selama ini kamu idam-idamkan.” Ujarnya seraya mengulurkan tangannya untuk mengucapkan selamat yang disambut dengan malas oleh pemilik tangan satunya.
“terima kasih.” Ujarnya datar.
“bagaimana perasaan mu saat ini? Apakah kau bahagia sekarang?” Tanya pria itu ramah.
“heeemmm…”
“ngomong-ngomong, bagaimana kabar gadis yang kau perkenalkan pada ku waktu itu? Dari tadi aku bahkan tak melihatnya, apa dia tak datang ke pesta ini?” Tanya pria itu yang sukses membuat wajah keponkanannya itu lebih kelam dari yang sebelumnya. Bahkan wajah itu pun sudah terlihat pucat.
“heei… apa yang terjadi padamu? Apa kau sakit? Wajahmu pucat.”
“jangan…” ujarnya lemah.
“jangan? Jangan apa maksudmu?!”
“jangaaaann…. Ku mohon…” ujarnya semakin melemah.
“heeii…. Apa maksud mu?! Aku tak mengerti apa yang kau katakan. Aku hanya ingin tahu bagaimana kabar gadis yang bernama Embun itu…”
“JANGAN SEBUT NAMA ITU LAGI!!!” teriaknya kalap. Baginya, menyebutkan nama itu sama saja dengan membunuhnya secara perlahan. Karena nama itu mempunyai banyak kenangan, dan menyebutkan nama itu kembali hanya akan menambah jumlah luka yang talah meradang di hatinya.
“Jangan sebut nama itu lagi…. Ku mohoonnn…” ujarnya lemah.
“baiklaaah…. Baiklaah…. Aku tak akan menyebutnya lagi. Maafkan aku… jadi, bisakah kau tenangkan dirimu. Kau tak mau jadi pusat perhatian kan sekarang.”
Pemuda itu hanya mengangguk lemah.
“jadi… bagaimana kabarnya? Apakah dia baik-baik saja? Mengapa dia tak hadir di pesta kelulusanmu ini?” ujar pria berkemeja kotak-kotak yang baru saja hadir dalam pembicaraan itu.
“SUDAH KU BILANG JANGAN BICARA TENTANG DIA LAGI!!!” ujarnya seraya berlari meniggalkan ruangan pesta.
“dasar kau ini, memang tak pandai melihat situasi. Tak tahukah kau tadi aku dibentaknya karena menyebutkan nama gadis itu, dan kau dengan seenaknnya malah menanyakan kabarnya. Dasar kau ini!!” omel pria berkemeja putih itu.
Pemuda itu pun berlari menembus hujan yang telah turun dengan derasnya pada hari itu. Memang, cuaca akhir-akhir ini tak bisa diharapkan. Pagi bisa saja cerahnya minta ampun, tapi jangan harap siang maupun sore juga cerah, karena hujan tak akan mengenal waktu. Jika ia ingin turun ya turun saja, tak kan dia memilih pagi, siang, sore, bahkan malam.
Namun, hujan hari itu benar-benar lebat bahkan diiringi oleh petir yang menyambar dengan merajalela. Ditengah kalapnya ia berlari menembus hujan, ia tak menyadari kalau dari tikungan di seberang jalan itu, melaju sebuah truk yang agak sedikit oleng karena jalanan yang berubah menjadi licin karena hujan. Truk itu pun mengeluarkan suara peringatan yang membahana di tengah hujan.
Namun, sepertinya pemuda itu tidak mendengar atau malah pura-pura tak mendengar, ia malah berdiri dengan tenangnya seolah-olah memang sudah bertekad untuk mengakhiri hidupnya, karena bukannya beranjak ke tepi ia malah memilih diam di tengah jalan. Benar-benar cari mati pamuda itu.
“TIRTA AWAAASSSS…..!!!!”
Bahkan teriakan peringatan itu pun tak dihiraukannya. Si pemilik nama itu malah memejamkan mata, dan menarik napas panjang. Seolah menyiapkan dirinya sendiri untuk menerima apa yang akan terjadi padanya.
“Tirta…. Papa mohon Nak… menyingkir dari situ!!!”
“sudahlah Pa!!! papa ngga’ usah menghiraukan Tirta lagi, bukannya selama ini papa juga seperti itu!!” ujarnya ketus.
“apa yang kau katakan Nak… cepat menyingkir dari situ!!”
“Sudahlah Pa!!! biarkan Tirta menyusul mama!!! Tirta udah ngga’ sanggup hidup di dunia ini lagi Pa!!”
“TIRTA..!!!”
“maafkan Tirta Pa… karena selama ini Tirta ngga’ bisa jadi anak yang baik buat papa, Tirta harap setelah Tirta pergi, papa bisa hidup lebih baik dari sekarang, papa juga ngga’ usah merasa bersalah, karena Tirta pergi dengann suka rela, Tirta sayang sama papa, tapi Tirta juga ngga’ tahan kalau diperlakukan seperti ini terus Pa… Tirta ngerti, kalo’ papa bersikap seperti itu karena papa nyesel ngga’ bisa nglindungin mama, tapi Tirta ngga’ mau disalahin terus Pa… Tirta capek, Tirta lelah. Capek, karena harus terus menghindar dari kenyataan yang terus menerus pahit. Lelah, karena menghadapi kenyataan bahwa Tirta hanya menjadi penyebab orang-orang yang Tirta sayangi pergi ninggalin Tirta sendiri. Dari pada Tirta harus kehilangan orang yang Tirta sayangi lagi, lebih baik Tirta pergi dari dunia ini secepatnya. Tirta sayang sama papa. Sayang banget Pa… semoga papa bisa hidup bahagia setelah Tirta pergi. Selamat tinggal Pa…” uajar Tirta lirih, seraya memejamkan matanya, menunggu sesuatu itu untuk membawanya pergi dari dunia ini.
“Tirta…. Jangan lakukan ini Nak… maafkan papa karena selama ini sudah bersikap seperti itu pada mu!! Papa mohon Naak…. Jangan berbuat seperti ini…”
“mama… kalo’nanti Tirta datang nemuin mama, jangan marahin Tirta ya Ma… karena Tirta udah bikin papa jadi sendirian di dunia ini. Tirta kangeeenn samaa mama… kangen lihat senyum mama… kangen belaian mama…. Haahhaaa… bahkan Tirta kangen juga sama omelannya mama…
Ma.. bentar lagi Tirta pergi nyusul mama… mama siapin kejutan ya buat Tirta. Hehehehee… Tirta udah siap buat ketemu Mama… Tirta kengen mama…” ujarnya dalam hati, dan tak terasa air mata pun telah mengalir dari sudut-sudut matanya yang terpejam menunggu terjadinya peristiwa yang mengantarnya pergi ke tempat di mana mamanya tinggal sekarang.
“TIRTA…!!!! Pergi dari situ Nak..!!!!” Teriak pak Rahrjo yang melihat truk yang melaju tak terkendali itu semakin dekat dengan anaknya yang tak seinchi pun bergeming dari tempatnya berdiri. Klakson truk itu pun terus membahana untuk menyadarkan pemuda itu agar menyingkir dari tempatnya berdiri sekarang.
“Embuunn… maafin aku yaa… aku ngga’ bisa ngelindungin kamu, dan malah bikin kamu jadi terluka karena aku. Maafin aku Mbun… aku tau, kamu pasti bakal susah maafin aku, tapi aku juga ngga’ berharap banyak Mbun, aku ngerti kok kalo’ kamu ngga’ mau maafin aku. Aku kangen sama kamu Mbun… dimana kamu sekarang? Apa kamu baik-baik aja di sana tanpa aku di sisimu? Maafin aku yaa… karena aku harus ninggalin kamu dengan cara seperti ini, sebenernya aku mau bilang selamat tinggal dengan lebih baik, tapi aku udah ngga’ tahan Mbun… aku ngga’ mau bikin kamu lebih menderita dari sekarang, sudah cukup Tuhan ngga’ mengambil nyawa mu waktu itu, dan aku ngga’ mau jadi pemicu-Nya lagi. Selamat tinggal Embun… semoga kamu bisa mendapatkan yang lebih baik dari aku. Aku sayang kamu Embun. Selamanya…”
“TIRTAAAAAA……!!!!” teriak pak Raharjo saat truk itu dengan keras menghantam tubuh pemuda yang tak berdaya hingga tubuh pemuda itu terpental sejauh dua meter dari jalan raya dan baru berhenti setelah menghantam mahoni yang tertanam di pinggir jalan. “TIIDAAAAKKK….. TIIIIRRTTAAA…!!!!”
“Selamat tinggal Papa… selamat tinggal Embun… aku sayang kalian semua…” ujarnya lirih sebelum kesadarannya lenyap.
_____TBC_______
Langganan:
Postingan (Atom)