Pages

Ardhian's Zone

WELCOME to My Zone,,,
Here, You can read my Creation,,
like story or something like that,, :)
Enjoy Your Visit :)

Jumat, 10 Februari 2012

Memories of the Rain (5)

“Paak… pak Raharjo…” ujar dokter Ardi menyadarkan pak Raharjo dari lamunannya.

“aah… maaf Dok, jadi begitu lah Dok… anak itu telah mengalami banyak penderitaan dalam hidupnya, sudah cukup penderitaan yang diterima anak itu. Tolong bantu dia keluar dari masalahnya Dok…” pinta pak Raharjo dengan wajah yang terlihat lelah.

“akan kami usahakan pak… tapi… selama dia belum mau membuka mulutnya untuk bicara pada kami, selam itu pula kami belum bisa mengambil tindakan yang ia perlukan pak. Yang kami dapat lakukan sekarang ini hanya mengawasinya agar tidak bertindak di luar kendali.”

“begitu juga baik Dok…”

“eeem… maaf pak, jika saya boleh tahu, gadis yang bernama Embun ini… apakah bapak mengetahui di mana ia tinggal dan bagaimana keadaannya sekarang?” Tanya dokter Ardi hati-hati.

“Embun… gadis ini terlalu baik untuk terlibat dalam masalah anak itu Dok, dan saya juga tak mu melihat anak itu lebih menderita dari sekarang.”

“jadi, bapak tahu keberadaan gadis ini dimana?”

“ya Dok… saya tahu…”

***

Jauuuhh dari tempat di mana sekarang Tirta berada, seorang gadis berkursi roda tengah membacakan sebuah dongeng pada sekumpulan anak kecil di salah satu sudut taman dari Panti Asuhan Kasih Ibu. Dengan bersemangat gadis itu membacakan sebuah dongeng yang berasal dari barat berjudul Little Mermaid.

Karena terlalu asyik mendongeng ia tak sadar jika dari tadi ada seorang pria paruh baya yang sedang memperhatikan kegiatannya tersebut. Tak lama berselang, gadis itu pun mengakhiri ceritanya dan perlahan menghampiri pria tersebut.

"apa kabar Om,?" sapanya seraya mencium tangan pria yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri.

"tidak begitu baik, bagaimana dengan mu?" jawab pria itu seraya mendorong kursi roda gadis itu menuju sebuah bangku yang ada di tengah taman itu.

"yaaaa,,,, seperti yang Om lihat sekarang," jawabnya seraya memberikan pria itu sebentuk senyum.

"bagaimana keadaan panti selama Om pergi?"

"lumayan rusuh Om, anak-anak jadi lebih ribut dari biasanya," jawabnya seraya memandang kumpulan pohon mawar yang tumbuh di sekitar kolam ikan mas di taman itu.

"hahahha,,, mungkin gara-gara ngga' ada yang nraktir lagi, makanya mereka ribut,,,"

"mungkin juga Om,," jawabnya dengan sedikit geli,"Oh ya Om,,, bagiamana keadaannya? Apakah sudah lebih baik?"

Pria itu hanya mendesah pelan dan melemparkan pandangannya pada sekumpulan kupu-kupu yang saling berebut serbuk bunga mawar. Itu pasti bukan pertanda baik. Batin gadis itu.

"semakin buruk, bahkan kata dokter, kemarin dia mencoba untuk bunuh diri lagi," jawabnya lirih.

"Astagfirullah,,, yang benar Om,!?" tanya gadis itu, terkejut mendengar apa yang baru saja terlontar dari mulut pria paruh baya tersebut.

"yaa,,  pada awalnya Om juga ngga' percaya kalau dia bisa berbuat nekat seperti itu lagi. Namun, setelah melihat sendiri keadaannya, om baru bisa percaya,,"

"ya ampun Tirta,,, sampai kapan kamu akan seperti ini terus,,??" desahnya lirih.

"Om rasa, sudah saatnya kamu pergi menemuinya, siapa tahu dengan bertemu dengan mu keadaannya bisa menjadi lebih baik.

"baiklah Om, saya akan mencoba semampu saya untuk mengembalikannya seperti dulu." ujarnya mantap. "saya kangen dengan dia yang dulu,,"

"om juga,,," ujar pria itu lirih, dengan pandangan menerawang ke arah arak-arakan awan yang bergerak perlahan di langit. Dan ingatannya pun melayang ke masa di mana ia bisa berdamai sejenak dengan anak satu-satunya itu.

@@@

Waktu itu, adalah hari paling bersejarah dalam hidup seorang Raharjo. Anak laki-laki kesayangannya yang selama ini mengabaikannya, hari itu untuk pertama kalinya setelah 9 tahun tak saling menyapa, menegurnya dengan raut wajah yang sangat jarang ia temui. Bahagia. Ya, setelah sekian lama tak melihat wajah bahagia putranya, ia pun tertegun kala melihatnya.

"pa, besok aku mau pergi,,," itulah kalimat pertama yang dilontarkan putranya setelah sekian lama tak saling bertegur sapa, dan dia melontarkan kalimat tersebut dengan senyum terkembang. Selama beberapa detik Raharjo pun terdiam, tanpa kata. Mematri ekspresi bahagia yang disuguhkan oleh putranya.

"o ya,,? Kemana?" sahutnya sedikit antusias, mencoba mengimbangi apa yang telah dimulai oleh putaranya itu. Walau ia merasa masih sedikit kaku, namun, biarlah selama sikapnya itu dapat mempertahankan apa yang telah dia mulai.

"ke pantai Yah, boleh kan?" jawabnya antusias.

"tentu saja boleh,,, kamu mau pinjam mobil ayah,?"

"ngga' laah,, Tirta pake' motor aja, biar lebih romantis Yah,," jawabnya dengan sedikit tergelak.

Raharjo pun tak bisa mengalihkan pandangannya pada sebentuk tawa di depannya. Pasti ada sesorang yang telah membuat putranya "hidup" kembali seperti ini. Ia harus tau siapa orang yang telah berjasa tersebut. Tekadnya dalam hati.

"romantis,,?? Memangnya kamu mau pergi sama siapa,,??" tanyanya dengan memberikan sedikit godaan pada putranya itu.

"sama cewek lah Yaah,,, anaknya cantik lhoo,,," jawabnya sedikit berpromosi.

"O yaa,,,?? Dia pacarmu ya,,? Kok ngga' dikenalin sama ayah,,,?" goda Raharjo dengan memberikan satu kedipan mata menggoda pada putranya.

"belom sempet Yah,, tapi besok sebelum berangkat Tirta kenalin dulu kok sama Ayah,," jawabnya sedikit tersipu.

"boleeh,, ayah juga pengen tau seberapa cantiknya dia sampai-sampai anak ayah jadi tergila-gila seperti ini,"

"aah,, ayah, pokoknya dia itu cantik banget. Ngga' ada yang ngalahin deh,,," promonya.

"hahahha,,,, sama Titiek Puspa cantikan mana,?"

"yaaaah,,, Ayah mah,,, masa' bandinginnya sama Eyang Titiek Puspa, ya jauh lah Yah, masih cantikan Embun kemana-mana,,," jawabnya dengan sedikit mengerucutkan bibirnya.

"jadi namanya Embun,? Bagus juga namanya, ayah yakin perilakunya juga baik, seoerti namanya,,"

"tentu donk Yah,, pilihan Tirta gitu lhoo,,," jawabnya seraya menepuk dada, bangga. "udah ya Yah, Tirta mau istirahat dulu, nyiapin stamina buat besok, daa Ayaah,,,"

Sekelumit kenangan indah itulah yang terus mendorong Raharjo agar terus berjuang mengembalikan anaknya seperti dulu. Berbagai cara telah ia lakukan demi mengembalikan perangai anaknya. Mulai dari dokter hingga psikiater telah ia coba, bahkan sampai ke orang pintar dan pengobatan alternatif pun sudah ia lakukan. Namun, hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda perubahan yang signifikan.

Yaa,, setelah pada pagi hari di mana ia memperkenalkan Embun sebagai seseorang yang berarti dalam hidupnya, sore harinya dia mendengar berita tentang kecelakaan yang menimpa putranya. Sejak itulah ia tak pernah melihat lagi senyum berkelebat menghiasi wajah putranya, dan kecelakaan yang menimpanya beberapa tahun kemudian telah sukses membuat putranya tenggelam dalam dunia gelapnya sendiri.

Ia bahkan tak bisa mengenali lagi siapa penyandang nama Tirta Wiratmaja. Dia, lagi-lagi kembali mematikan dirinya sendiri. Hidup dalam kungkungan penyesalan, yang sebenarnya tak berarti. Karena semua yang terjadi adalah Takdir dari Sang Ilahi. Hingga terkadang, pada tengah malam ia mendengar putranya histeris karena mimpi buruk yang mungkin ia alami, berkali-kali ia temukan putranya itu mencoba mengakhiri hidupnya. Namun untung saja usaha itu dapat digagalkannya, hingga ia merasa tak sanggup lagi menghadapi semua itu sendiri. Akhirnya beberapa waktu yang lalu ia menyerahkan putra semata wayangnya itu pada yayasan yang sering menangani kasus seperti yang dialami oleh putranya tersebut. Sebuah tempat rehabilitasi bagi orang-orang yang mengalami goncangan jiwa.

Dan kali ini, setelah semua yang telah ia lakukan tak jua membuahkan hasil. Dia bertekad untuk mempertemukannya dengan sesorang yang ia harap dapat mengembalikan putranya agar menjadi Tirta yang dulu. Yaa,, dia berharap Embun dapat menjadi obat penawar yang mujarab bagi penderitaan yang ditanggung putranya itu. Hanya itulah harapan terakhir yang tersisa dari sekian banyak harapan-harapannya yang tak jua terwujud.

___TBC___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar