Pages

Ardhian's Zone

WELCOME to My Zone,,,
Here, You can read my Creation,,
like story or something like that,, :)
Enjoy Your Visit :)

Sabtu, 28 Januari 2012

Poor Prince & Perfect Princess (1-3)

Dewa's POV

Terkadang, hidup memang ngga' adil bagi sebagian orang. Hidup itu terlalu berat untuk dijalani, dengan adanya banyak cobaan yang menerpa, terkadang tak sedikit orang yang menjadi korban kekerasan dalam hidup. Tak jarang ada yang rela mengakhiri hidupnya pada saat terkelam, namun tak jarang pula ada yang rela hidupnya berakhir pada saat semua yang diinginkan sebagian orang di dunia ini terwujud.

Namun, tidak bagiku. Seberat apapun cobaan yang kuterima dalam hidup aku tak sudi mengakhirinya ditiang gantungan yang hanya bermodalkan sutas tali-begitu murahkah hidup hingga ia hanya berharga seutas tali?-dan aku pun tak sebodoh kebanyakan korban keputusasaan dalam hidup yang, rela menenggak sebotol obat pembunuh serangga. Ooh,, ayolaah,,, hidup lebih mahal dari seutas tali dan sekaleng obat serangga kawan. Jika kau memang benar-benar putus asa dalam hidup dan ingin mengakhirinya, kau harusnya memilih cara mati yang bisa mengindikasikan seberapa mahalnya hidupmu itu untuk dipertaruhkan. Pilihlah cara mati dengan menabrakkan diri di depan pesawat yang sedang melaju-bukankah biaya untuk menaikinya sebanding dengan harga hidupmu?-atau jika kau tak bisa mengejar pesawat, kejarlah mobil pejabat yang, melaju di depan mu, dan tabrakkan tubuhmu padanya, niscaya kau akan menjadi terkenal sekalipun kau hanya tinggal nama.

Apa yang aku katakan tadi bukan untuk kau praktekkan kala kau merasa putus asa. Aku hanya sekedar memberikan asumsi ku terhadap bagaimana berharganya hidup yang kita miliki. Walau aku merasa hidupku sudah tak berharga lagi. Aku tak bernilai dihadapan semua orang, bahkan dengan orang dengan derajat terendahpun aku tak bisa dibandingkan. Bagaimana tidak, nasib tidak memihak pada ku. Aku ditakdirkan tidak bahagia. Umur 5 tahun aku kehilangan ibuku, beliau meninggalkan ku karena tak kuat lagi menanggung penderitaan hidupnya setelah dokter memvonisnya menderita kanker darah stadium akhir. Sekarang beliau sudah tenang di sana tak lagi harus merasakan pahitnya hidup.

Umur 7 tahun aku mempunyai mama baru, ayahku yang tak kuasa menyandang status duda akhirnya memutuskan untuk menikah lagi. Bagiku kehadiran mama baru ini tak merubah apapun, walau sebaik apapun dia. Lima tahun menjalani kehidupan rumah tangga barunya, ayahku memutuskan untuk menceraikan istri barunya, perselingkuhan dan ketidakcocokanlah yang mendasari perpisahan mereka. Aku tak habis pikir, sebenarnya apa yang ada dalam pikiran ayahku ketika dia melamar istri barunya? Aku yang kala itu masih duduk di bangku SMP, tak peduli dengan apapun yang terjadi dalam sidang perceraian ayahku. Yang aku tau hanya aku sedang diperebutkan oleh ayah kandung ku dan ibu tiriku. Tak kuasa harus memilih dan dipilih-karena aku bkan pilihan-akhirnya aku memilih jalanku sendiri.

Aku kabur meninggalkan sidang tersebut bahkan sebelum hakim memutuskan hak asuh atasku. Aku berkelana dijalanan-jalanan yang penuh debu, dengan hanya bermodalkan selembar uang seratus ribuan yang entah bagaimana ceritanya uang itu ada di saku celanaku. Aku tak menghiraukan klakson-klakson mobil yang memarahiku karean sudah beberapa kali aku hendak menciumnya. Kala itu adalah masa terkelam dalam hidupku, tak tau harus kemana atau menjumpai siapa hingga aku terdampar disudut lampu merah. dalam termangu, aku menyaksikan belasan anak jalanan yang mengadu nasib dengan berjualan asongan atau hanya sekedar mengamen dengan modal suara yang jauh dari kata merdu.

Sempat terlintas di benakku untuk menjadi bagian dari mereka, merasakan kerasnya jalanan demi sesuap nasi. Tak tahan hanya termangu aku pun menghampiri salah satu dari mereka yang aku perkirakan berumur tak jauh beda dengan ku. Tak lama kemudian aku pun telah menjadi bagian dari keluarga rumah kardus kolong jembatan. Aku tak menyangka akan menemui kebahagiaan ku saat beradda di sana. Hidup dalam keterbatasan memang terkadang mendatangakan syukur yang lebih banyak ketimbang hidup dalam gelimangan harta.

Di sana aku mendapatkan teman seperjuangan yang benar-benar  tulus untuk menjadi temanku, mereka adalah Jono, Tio, dan Keling. Kami berempat sering beraksi bersama. Jono berjualan asongan, Tio sebagai pembersih kaca, Keling sebagai pengamen yang berduet denganku. Beruntung aku dikaruniai suara yang merdu walau saat itu suara ku masih belum berkembang. Pada saat itu aku masih berusaha melanjutkan sekolah ku yang sempat tertunda, biaya untuk sekolahku aku dapatkan dari hasil mengamen. Beruntungnya lagi aku dikaruniai otak yang memiliki kualitas di atas rata-rata. Sehingga ketidakhadiranku yang tterbilang sering tak menyurutkan prestasiku.

Namun, dilema datang saat aku harus memutuskan 1 di antara 2 pilihan yang terpampang di depanku. Melanjutkan sekolah atau terus menjadi pengamen seperti ini dan berharap ada produser yang melirik kualitas suaraku. Beruntung-sepertinya kau lebih banyak merasakan keberuntungan saat berada di kolong jembatan itu-aku memiliki tiga sahabat seperti Jono, Tio, dan Keling. Merekalah yang mendorong ku untuk terus menggapai cita-citaku. Akhirnya pada saat matahari mulai muncul membelah langit timur aku telah bersiap untuk memulai lembaran baru dalam hidupku.

Aku memutuskan untuk indekos dan berhenti menjadi pengamen dan beralih ke profesi yang lebih elit. Loper koran. Dengan segala kemampuan yang kumiliki, akhirnya ku dapat masuk ke salah satu sekolah menengah yang terbilang cukup elit bagiku, dan mendapat beasiswa hingga lulus karena prestasiku yang menjadi siswa dengan urutan teratas pada saat tes masuk. Hal ini cukup menggembirakan bagi ku, aku tidak lagi harus memikirkan jumlah uang sumbangan pada setiap semester. Aku cukup memikiekan biaya masuk perguruan tinggi dan biaya hidupku sehari-hari.

Tinggal di tempat indekos yang lumayan murah-walau tampilan indekos ini jauh dari kata indah-dan terkesan tak berpenghuni-mengingat bangunan yang entah sudah berapa abad tak tersentuh kata renovasi. Atap yang seharusnya dapat melindungi dari teriknya panas dan derasnya hujan sudah tak berfungsi dengan semestinya, karena atap yang sudah berlubang disana-sini. Walau begitu aku cukup nyaman tinggal di sini, setidaknya sekarang aku sudah memiliki tempat tinggal walau hanya berupa kamar indekos yang lumayan sempit.

Seperti yang telah aku ungkapkan sebelumnya, nasibku tak pernah dekat dengan kata bahagia-kecuali pada saat aku berada di rumah kardus itu. Tuhan sepertinya tak bosan-bisan memberiku cobaan, setelah Ia memberiku sedikit ketenangan selama hampir dua tahun, sekarang cobaan itu datang menyapaku, di saat aku hampir meninggalkan sekolah yang akan selalu ku kenang-mengingat aku tak harus membayar SPP setiap tahunnya-ini. Cobaan kali ini benar-benar menguras kesabaranku. Bukan datang dalam bentuk cobaan yang seperti biasanya, melainkan cobaan itu datang dengan perantara seseorang yang berasal dari kasta tertinggi dalam kehidupan. Dari dulu aku paling benci dengan kasta itu, kasta yang selalu menganggap remeh orang-orang yang berada jauuuhh,,, di bawahnya.

@@@

Amber's POV

Hidup terlampau membosankan untuk kujalani. Seluruh predikat yang kusandang tak juga membuatku merasakan kata bahagia dengan sempurna. Terkadang aku menyangsikan kata itu, apakah memang ada kata bahagia dalam kehidupan ini? Well, mungkin ada, tapi itu duullluuu,,, dulu sekali sebelum papa terlalu tenggelam dengan bisnisnya dan sebelum mama sibuk berpindah negara hanya untuk satu tujuan yang ngga' penting, menghabiskan uang papa dengan shopping sana shopping sini. Kadang aku berpikir, apakah mereka tak ingat dengan ku? Anak perempuan satu-satunya yang waktu kecil selalu mereka ajak bermain. Huufftt…. Sekarang, jangankan bermain, berjumpa pun mungkin hanya setahun sekali, itu pun hanya pada saat hari raya saja, selebihnya, aku hanya hidup seorang diri di rumah megah bak istana ini, well tidak murni sendiri karena di sini juga banyak terdapat karyawan-yang biasanya orang menyebutnya pembantu-yang bekerja di rumah ini.

Namun, walau banyak orang yang berada di rumah ini, namun tak ada satupun dari mereka yang dapat kujadikan teman. Mereka terlalu formal ketika aku ajak ngobrol, mereka terlalu segan ketika ku ajak bermain, dan parahnya mereka selalu saja mengalah dan membiarkanku menang tanpa perlawanan pada setiap permainan yang kulakukan bersama mereka. Seolah tak cukup dengan gelimangan harta yang ku prediksi tak kan habis dalan tujuh turunan, aku masih harus menyandang sederet kesempurnaan yang diimpikan oleh sebagian besar wanita di dunia ini.

Tubuh yang ideal denga tinggi 160 lebih sekian, rambut hitam panjang yang lurus dan lembut bagai rambut bintang iklan samphoo, mata biru jernih-yaa,,, hal ini dikarenakan salah satu orang tua ku berasal dari luar negeri-yang dapat meluluhkan siapapun yang berani menatap mataku, kulit putih bersih hasil dari perawatan yang kujalani setiap minggu, yang hanya sekedar mengisi waktu luang, dan masih banyak lagi daftar yang apa bila ku ceritakan akan memakan waktu seharian penuh.

Dengan banyaknya kesempurnaan itu, tak jarang aku dijadikan target dari para pelaku kejahatan seksual, untuk itulah aku mengikuti berbagai jenis kegiatan bela diri, taek kwon do, karate, wushu, thai boxing, dan entah apa lagi. Sebagian dari itu sudah ku pelajari saat aku masih duduk dibangku sekolah dasar. Sekarang aku hanya fokus pada thai boxing saja. Beruntung, aku dapat melumpuhkan lawanku dari berbagai ukuran tubuh yang coba-coba untuk menggodaku.

Tak banyak yang akan ku ceritakan tentang kehidupan sempurnaku ini, ooh,, ya aku memiliki dua asisten pribadi-jika boleh kau sebut bodyguard- yang siap melayani segala apa yang aku inginkan. Sempurna sudah hidupku, walau tak ada teman yang kupunyai dan seorang pacar yang menemani, aku cukup bahagia dengan hidupku sekarang. Hingga aku bertemu dengannya. Dialah orang yang sudah merubah pandanganku terhadap hidup, bahwa tak ada yang sempurna di dunia ini. Dia juga yang telah mengajarkanku apa arti bahagia yang sesungguhnya. Karena hanya bersamanya lah aku dapat merasakan kata bahagia itu. Walau pada awalnya aku bersikap tidak bersahabat padanya, sesuatu dari dirinyalah yang mendorongku untuk bersikap seperti itu. Aku tak tahu apakah ia juga merasakan hal yang sama ketika bersamaku, karena dia lebih memilih diam ketika bersamaku, perasaan dan emosinya sungguh membuatku bertanya-tanya.

@@@

Dewa's POV

Pagi ini, seandainya saja aku dapat memilih, aku akan memilih menghabiskan waktuku untuk sesuatu yang dapat menghasilkan uang lebih, ketimbang harus duduk tenang selama setengah hari penuh mendengarkan nasehat-nasehat yang kurasa sudah cukup untuk ku dengarkan selama sisa hidupku. Namun, mengingat ada ulangan pada jam pertama, aku pun mengurungkan niat pertamaku untuk membolos pada pagi ini. Mungkin benar kata orang, jika kita sial pada pagi hari hingga tiga kali berturut-turut maka dapat dipastikan bahwa kita akan mengalami kesialan sepanjang hari itu.

Dan begitulah yang ku alami pagi ini. Kesialan bermula pada jam weker ku yang tiba-tiba saja ngambek tak membangunkanku, untung saja aku dapat bangun sebelum pukul enam. Jika lewat jam tersebut maka lebih baik aku tidak masuk sekolah sekalian. Langkanya kamar mandi umum yang terdapat di tempat indekos ku ini mengharuskan kami-10 pemuda yang terdampar dalam gubug penderitaan ini-mengantre mulai dari selepas adzan shubuh, telat bangun saja dapat dipastikan kau akan mendapat antrean terakhir. Beruntung, pagi ini semua kompak bangun siang, dan dari semua penghuni lantai dua ini, bisa dikatakan akulah yang bangun paling pagi-walaupun aku bangun matahari sudah menyapa di ufuk timur.

Naas, ketika aku keluar kamar mandi dan berniat untuk menggantungkan handuk yang baru saja aku pakai di pagar pembatas kamar ku-kamarku berada di lantai dua-seorang wanita paruh baya bertubuh tambun menghadangku tepat di pintu kamar.

"kau belum membayar sewa kamar bulan ini!!" katanya tandas. Aku hanya dapat menghela napas sejenak. Lagi-lagi aku lupa membayar sewa kamar. Hal ini hanya berarti satu hal, tambahan pengeluaran, dan berkurangnya tabungan. Huuufft,,, kalau begini ceritanya bagaimana aku harus membayar uang masuk kuliah tahun depan?!

"minggu depan pasti saya bayar" lagi-lagi ucapan yang sama. Semoga saja wanita itu tak mendesakku untuk membayar sewa kamar minggu-minggu ini. Stock uang dalam kantongku minggu ini benar-benar sudah terkuras habis untuk biaya praktikum yang tak sedikit, belum lagi adanya iuran wajib setiap minggu, dan aaah,,, aku juga harus ke optik untuk memeriksa mataku, dan jika harus ditambah dengan bayar sewa kost, dapat dipastikan dalam kurun waktu 5 hari ke depan aku akan berpuasa lagi, jika tidak maka aku akan kembali mengkonsumsi makanan kebangsaan anak kost yang tak kan lekang oleh waktu. Mie instan.

"kau ini, minggu depan terus kau jawab!! Sudah bosan lah aku ini mendengar kau hanya cakap macam tu terus, kalau kau tak bayar sewa kamar kau dalam minggu ini, maka lekaslah kau bereskan barang-barang kau itu dan pergilah cari tempat kost yang lain. Banyak orang yang mau ngekost di sini,,!!" katanya berapi-api. Huuufftt,,, lagi-lagi ancaman yang sama. Sampai bosan rasanya aku mendengar kalimat-kalimat yang itu-itu saja.

"sabarlah Bu,, minggu depan pasti ku bayar. Ibu ini seperti tak mengenalku saja. Minggu ini benar-benar tak ada uang aku Bu,," bujukku, Terpaksa. Kalau tidak, aku belum siap mencari tempat indekos dengan harga murah seperti ini.

"ya sudahlah,,, untuk kali ini kau kumaafkan. Tapi ingat ee,, minggu depan kau harus bayar!! Jika kau tak bayar, lekaslah kau berkemas dan tinggalkan tempat ini. Kau ini, kalau kau tak mampu bayar uang sewa, lebih elok kau tidur tu di bawah kolong jembatan, tak kan ada yang minta kau bayar uang sewa. Huuufftt,,, ini salah ku juga menerimamu tinggal di sini, kalau tak ada rasa kasihan tak ku izinkan orang macam kau ini tinggal di sini. Rugii akuu,,," omelnya dengan kalimat yang lebih kreatif.

Yaa,,, orang macam aku, orang yang tak berduit yang mencoba peruntungan dengan hidup yang lebih baik. Bahkan aku diterima di sini pun dengan embel-embel rasa kasihan. Benar-benar menyedihakan hidupku ini.
"terima kasih Bu,," ujarku tulus, setelah melihatnya melangkah pergi menuju kamar yang lain.

"tak usahlah kau berterima kasih,,, sudah kenyang aku ni dengar kau hanya cakap maaf dan terima kasih terus, lekaslah kau ganti baju jika kau tak ingin terlambat. Huuuhh,,, mana lagi anak-anak yang lain nii,, biasanya jam segini sudah ribut macam mau demo ke DPR saja,,, haaah,,, dasar anak-anak pemalas,," gerutunya yang tak kudengar kelanjutannya, karena aku bergegas berpakaian.

Huuhh,,, aku tau kenapa tadi waktu aku bangun tak ada yang mengantre, ternyata mereka sudah tau kalau pagi ini akan ada rentenir yang menyapa. Dasaarr,,,
Gara-gara ucapan ibu kost tadi, pikiranku menjadi terpecah lagi. Huuuhh,,, dari mana aku mendapatkan uang Rp 600.000,- dalam waktu satu minggu. Ini namanya bencana!! Jasa loper koranku tiap pagi dan sore selama satu minggu pun tak akan cukup untuk membayar sewa kamar.

Aku harus mencari pekerjaan lain yang dapat menghasilkan uang lebih. Mengingat keahlianku yang tak terbatas-aku bisa menyanyi, bermain alat musik, dan aku pintar-aku bisa saja menjadi guru privat. Yaa,,, guru privat, itu merupakan ide terbaik yang pernah aku punya. Kerjanya pun mudah, hanya mengajari anak orang menjadi lebih baik. Selain dapat keuntungan berupa materi akupun juga mendapat keuntungan pahala yang tak terhingga-karena menolong orang lain.

Namun, bagaimana aku mengabarkan pada dunia jika aku bersedia menjadi guru privat bagi anak-anak mereka??
Pada saat aku sedang asyik berpikir, tiba-tiba aku merasakan ada yang menerjang tubuhku hingga buku yang berada di tanganku pun terhempas jatuh. Siaall,,, siapa sih orang bodoh yang yang berjalan tanpa melihat!?? Umpatku kesal seraya mengambil buku paket kimia yang menjadi korban tabrakan di pagi hari. Pada saat aku kembali tegak setelah memungut buku paket kimiaku, sejenak aku tertegun dengan apa yang ada di hadapanku. Seorang gadis berkacak pinggang dan memandangku penuh kemarahan. Heey,, bukannya dia yang telah menabrakku!? Mengapa dia memberiku tatapan seperti itu!? Harunya aku yang melakukan hal itu!? Tapi,, matanya indah... Biru.

@@@

Amber's POV

Lagi-lagi tak ada yang mengingat ulang tahunku. Haruskah aku mengabari mereka setiap aku ingin mendengar ucapan selamat ulang tahun?! Huh,,!! Menyebalkan!! Sangat menyebalkan,,!! Tahun ini aku sengaja tak mengabari mereka, aku ingin tahu masih ingatkah mereka akan hari ulang tahun putri mereka tanpa harus diingatkan!? Dan sampai detik ini, tak ada satupun diantara mereka yang menghubungiku, sekedar megucapkan selamat ualang tahun, dan kau ingin hadiah apa!?

Huuh,, benar-benar. Seandainya aku bisa memilih, aku tak kan mau hidup di tengah keluarga yang tak pernah peduli satu sama lain. Ternyata bagi mereka aku adalah prioritas nomor sekian setelah pekerjaan dan entah apa lagi. Naasnya, aku malah mendapatkan selamat ulang tahun dari para karyawan yang bekerja di rumahku. Ini miris atau ironis?! Entahlah, kurasa ini adalah tragis. Pada saat kedua orang tua ku tak mengingat hari ulang tahun ku, malah para karyawan yang tak ada hubungan darah ku lah yang mengucapkan selamat ulang tahun pada ku.

Aku cukup senang mendapati masih ada orang yang mengingat hari ketika aku dilarihkan. Dan mereka juga cukup menghiburku dengan menyanyikan lagu ulang tahun dengan suara sumbang mereka dan meghidangkan menu kesukaanku pada sarapan hari ini. Not bad, untuk ukuran orang yang tak pernahh merayakan ulang tahun sepertiku.

"apa mereka ada yang menelpon pagi ini?" tanya ku datar pada salah satu asisten pribadiku yang bernama Angel.

"sejauh ini belum ada penggilan masuk nona," jawabnya hati-hati.

Huuuh,,, sudah ku duga hal seperti ini akan terjadi. "ya sudah, jika mereka menghubungiku, bilang aku sedang tidak ingin diganggu," kataku tegas. Dan mulai beranjak dari duduk ku untuk bersiap-siap menuju ke tempat paling membosankan di seluruh dunia. Sekolah.

"baik nona," jawab ke dua asisten pribadiku, yang telah mengikutiku.

Pagi ini, suasana di tempat ini tak berubah, masih membosankan seperti biasanya. Sapaan-sapaan dari para penggemarku pun tak kutanggapi, untuk apa, mereka hanya sekumpulan orang yang berusaha menjilat padaku. Mereka hanya beramah tamah padaku dan selalu mengharapkanku memilih mereka untuk menjadi teman bagiku. Huuuhh,,, percuma, aku telah lama melupakan kata tulus dalam kamus hidupku. Dunia ini hanya berisi kepalsuan belaka, tak ada yang benar-benar murni di dunia ini, bahkan hanya sekedar untuk berteman.

Sedang seriusnya aku berjalan tiba-tiba aku merasakan ada seseorang yang dengan bodohnya menabrakku. Shit!! Siapa sih orang bodoh yang tak menggunakan matanya dengan baik ketika berjalan. Dasar!! Apa dia tidak tau siapa aku!! Dengan penuh kemarahan aku menatap orang yang tadi menabrakku, ya Tuhaann,,, apa yang sedang kulihat saat ini? Sejenak aku terpaku memandang siapa orang yang telah menabrakku tadi. Ternyata seorang cowok berkacamata yang berpenampilan sangat menyedihkan, dengan kemeja yang entah sudah berapa lama tak pernah diganti dan,, oh my god,, dia benar-benar menyedihkan!!

"heh,!! Apa kau tak punya mata hah!!?" kataku sengit setelah beberapa saat menunggunya mengucapkan kata maaf, namun satu kata itupun tak kunjung terdengar.

@@@

Dewa's POV

"Heh,!! Apa kau tak punya mata hah,,!!?" gadis yang menyebabkan bukuku terjatuh tadi dan setelah sesaat aku dibuat kagum dengan keindahan matanya berkata cukup keras. Haaah,, apa dia bilang!? Tidak punya mata!? Harusnya aku yang berkata seperti itu, bukan dia!! Memangya siapa dia, berani-beraninya berbicara lantang dihadapanku!!

Sekilas, aku melirik jam tanganku, lima menit lagi bel berbunyi dan aku masih harus berjalan menuju kelas ku yang jaraknya lumayan jauh dari tempat terjadinya kecelakaan ini. Kalau aku meladeni ucapannya, maka dapat dipastikan aku akan telambat masuk kelas dan itu hanya berarti satu hal, tak ada tambahan waktu untuk mengerjakan soal-soal ulangan. Akhirnya aku memutuskan untuk mengabaikan gadis bermata biru itu, dan melangkah menuju kelas. Aku tak mau kehilangan beberapa menit dari waktuku yang sangat berharga.

"Heh,,!! Mau kemana Kau,,!! Aku belum selesai bicara,,!!!" teriaknya yang ku acuhkan. Hhuuuh,,, memangnya dia siapa, sampai-sampai aku harus mendengarkan segala ucapannya. Yaaahh,,, dalam pengamatan sekilas yang kulakukan tadi aku dapat mengambil kesimpulan kalau gadis itu berasal dari kasta yang keberadaannya selalu ku benci. Terlihat dari dandanan mewahnya dan keangkuhan sifatnya.

Sepertinya aku harus banyak-banyak berdoa agar aku terhindar dari segala macam urusan yang berhubungan dengan kasta tersebut. Benar-benar membangkitkan emosi. Laipula, aku baru melihatnya pagi ini, ataukah aku yang kurang berinteraksi-mengingat aku hanya menyambangi perpustakaan dari sekian banyak tempat yang mengasyikkan di sekolah ini-sehingga aku baru mengetahui ada gadis kaya angkuh yang bercokol di sekolah ini? Apapun itu, aku tak peduli lagi. Masih banyak yang harus kupikirkan ketimbang meladeni ulah anak orang kaya yang seenaknya menggunakan kekuasaan orang tuanya untuk hal-hal di luar nalar orang seperti ku. Yaa,,, semacam gadis itu tadi.

@@@

Amber's POV

Aku mengamati dan menunggunya mengucapkan kata maaf padaku. Tapi apa yang kutemui, dia hanya memandangku dari atas ke bawah dengan tatapan meremehkan yang entah mengapa sangat kubenci. Dia benar-benar keterlaluan, berani-beraninya dia memberiku pandangan seperti itu, dia meremehkanku!! Dan kulihat dia juga tak mengenalku. Aku sudah menduga akan hal itu, tak heran jika orang menyedihkan seperti dia tak mengenalku. Aku dapat memprediksi kenapa dia tak mengenalku, karena ia terlampau sibuk dengan dunianya sendiri, dia tipe orang yang tak kan berinteraksi dengan orang lain jika tak mengutungkan baginya.

Setelah menunggu hingga beberapa saat lamanya, dan kata itu tak kunjung meluncur dari bibirnya. Aku bersiap akan mengomelinya, tapi apa?? Dia malah berjalan menjauhiku seolah-olah aku ini benar-benar membosankan baginya. Sial,,!!
Belum pernah kualami kejadian seperti ini sebelumnya. Tak ada yang tak menghiraukan keberadaanku seperti dirinya. Berani sekali dia bersikap seperti itu padaku.

"Heh,,!! Mau kemana Kau,,!! Aku belum selesai bicara,,!!!" teriakku padanya yang mulai menjauh. Siiaall,,,!!! Bahkan dia tak merespon teriakanku. Menoleh pun tidak!! Benar-benar menyebalkan. Entah mengapa rasa diacuhkan seperti ini membuatku marah, walau aku sering diacuhkan oleh kedua orang tuaku, aku tak semarah ini. Tapi saat aku merasa diacuhkan oleh orang menyedihkan seperti dia, AKU MARAH!!!

Aku harus mencari tau siapa dia. Aku mengambil alat komunikasi tercanggih abad ini dan mengontak seseorang diseberang sana dengan masih menggunakan nada tak bersahabat. "Anggi, selidiki cowok yang telah berani mengacuhkanku tadi,,,,yaa, semua tentang dia. Serahkan padaku sore ini juga. Jangan ada yang terlewat." kataku sebelum menutup pembicaraan singkatku dengan asisten pribadiku. Kau tunggu saja pembalasanku,,!!

@@@

Dewa's POV

Siang ini nasibku benar-benar mengenaskan, setelah rentetan kesialanku sepanjang pagi tadi, masih ditambah dengan beban pikiran yang menumpuk seputar uang sewa kamar dan semakin tak fokusnya pandangan mataku, aku kira minusku bertambah lagi, dan itulah daftar kesialanku selanjutnya. Memang mengenaskan nasib orang-orang sepertiku, keadaan ekonomi berbanding terbalik dengan kebutuhan. Disaat keadaan ekonomi memburuk kebutuhan yang harus diselesaikan malah semakin meningkat tajam. Ironis sekali.

Saat seperti ini selalu kugunakan untuk menemui ketiga temaku dari zaman yang berbeda. Yaa,, terkadang aku masih kembali ke rumah kardusku dan mengobrol santai dengan Jono, Tio dan Keling. Lumayan mengusir penat dan meringankan beban pikiran. Tak jarang pula aku ikut mengamen dengan Keling, sekedar membantunya untuk mendapatkan uang tip lebih-walau aku juga sangat membutuhkan uang tip itu.

Siang ini, saat aku bertandang di posko BangJo kami, aku hanya menjumpai Keling yang sedang tidur-tiduran di atas tumpukan kardus bekas. Sebenarnya aku tak tega membangunkannya atau hanya mengusik ketenangannya, namun saat ini aku sungguh-sungguh memerlukan teman untuk bicara.

"heeh,,, bangun,,, ngga' ngamen loe,?" sapaku seraya menggoyangkan kakinya yang terjulur.

"heeemm,,,," gumamnya menanggapi sapaanku. Kurasa aku salah waktu untuk berkunjung, dia terlihat begitu kelelahan. Mungkin ada yang membuatnya begitu kecapekan hingga ia tak pergi mengamen seperti biasanya.

"yang lain kemana Ling?" tanyaku sambil lalu, dan mencoba meraih koran bekas yang tergeletak begitu saja di lantai.

"biasalaahh,,, tugas," jawabnya ringan, dan kulihat ia sudah duduk sambil menguap lebar. Aku tersenyum kecil melihatnya.

"kalau kau masih mengatuk, tidurlah lagi, aku tak akan mengganggumu," ujarku sambil membolak balik koran di tanganku.

"alaa,,, kau ini, macam tak tau aku saja, aku sudah cukup tidur siang ini." jawabnya sambil ikut melihat-lihat koran yang sekarang aku pampang di lantai. "kau, ada apa kemari? Ada masalah lagi kau dengan sekolah elitmu itu?" tanyanya sambil lalu, namun tak dapat dipungkiri aku menangkap ada nada menyindir dari ucapannya padaku.

"bukan dengan sekolah elit itu masalahku sekarang. Masalah uang sewa kamar, aku lupa bulan ini aku belum membayarnya." jawabku yang masih menelusiri berita dalam koran bekas itu.

"berapa duit yang kau perlukan? Siapa tau aku bisa membantu mu,"

"tak usahlah kawan, aku tau seberapa tipis kantong mu itu, tak jauh beda dengan kantong ku," jawabku dengan sedikit candaan.

"kau ini, masih belum berubah juga," katanya seraya mendorong bahuku pelan.

"memangnya kau kira aku nih macam power rangers apa, dapat berubah secepat itu?" tanggapku seraya membalas dorongannya tadi.

"hahahahha,,,, yaa,, baiklah jika kau tak ingin aku membantu mu, lantas tujuanmu kemari apa? Tak ada kerjakah aku sore ini?"

"huuuhh,,, aku hanya ingin santai sejenak," ujarku lelah seraya menyandarkan tubuh kurusku pada dinding rumah kardus itu. "kerjaku masih nanti jam 4 lah Ling,, lupa kah?"

"ku rasa aku tau apa masalhmu kawan," ujarnya sok tau, sambil menepuk bahuku pelan.

"dasar kau ni, sifat sok tau mu itu tak luntur terkena debu jalanan, memangnya apa yang kau tau tentang masalahku ini?" jawabku sambil tertawa ringan.

"aku tau kau sekarang pasti sedang bingung bagaimana mendapatkan tambahan uang kan?"

"lalu,?" kejarku, tak kusangka dia dapat menebak dengan mudah apa yang kurasakan saat ini.

"mengapa tak kau gunakan saja kepintaran kau itu untuk orang lain,," katanya santai.

"maksudmu?" semakin tertarik saja aku dengan teorinya itu.

"alllaaaa,,, tak usahlah kau ni belagak tak tau macam orang bodoh, kau pasti tau apa yang kumaksud kan?"

"hahahhaha,,,, kau ini selalu tau apa yang ku mau kawan,,," ujarku dengan gelak tawa yang tak bisa lagi kusembunyikan saat melihat tampang cueknya saat menasehatiku. Aaahh,,, kawanku satu ini memang selalu peka dengan apa yang terjadi di sekitarnya. "itulah masalahnya kawan, aku juga berniat memberikan les privat, tapi, aku tak tau bagaimana aku mengabarkan pada dunia jika aku mau mengajar privat."

"cckk,,, bergaul dengan anak-anak orang kaya itu ternyata membuat otakmu sedikit tumpul," ujarnya sedikit keras.

"heeiiy,, apa maksudmu cakap macam tu?!"

"saannnttaaiii,,,, sekarang kau lihat ini?" tanyanya sambil menunjuk lembaran koran yang ada di depan kami. Tapi, sejauh ini aku masih belum dapat menangkap apa maksud dari perkataannya. Mungkin benar apa yang dikatakan Keling tadi, kelamaan bergaul dengan orang-orang dari kasta itu telah mengikis kemampuan otakku. "apa yang kau lihat?"

"lembaran koran dan berita, apa lagi?" jawabku cepat.

"tak tau kah kau kalau koran itu benda yang sering dibaca oleh orang-orang kaya setiap hari?"

"lantas?"

"kau pasang saja pengumuman kalau kau membuka les privat mu itu di koran," katanya sambil lalu.

"maksudmu aku harus pasang iklan?" tanyaku meminta kejelasan.

"tentu saja,,!!! Kau pikir darimana orang-orang kaya itu mendapatkan orang-orang seperti kita untuk di ekspor? Dari koran kawan,,,!!! Tak ingatkah kau tentang hal itu!?"

Allaaaammaaakk,,,, cerdas sekali temanku satu ini, seharian ini aku memikirkan bagaimana caranya memberitahu dunia tentang niatku menjadi guru privat, dan dia hanya sambil lalu bisa melontarkan ide secemerlang itu, yaaaah,,, mungkin karena aku tak fokus saja makanya aku jadi tak bisa berpikir jernih. Setelah  berterima kasih sedemikian rupa pada Keling, aku langsung menuju kios koran sore di mana aku menjadi salah satu kurirnya.

Setelah mengambil jatah koran sore dan honor dari loper koran tadi pagi aku tak langsung beranjak pergi, melainkan membuka lembaran-lembaran koran di tanganku hingga berhenti pada rubrik PARIWARA, setelah mencatat persyaratan pemasangan iklan di koran tersebut aku pun melangkah lebih ringan, seakan bebanku sedikit terangkat. Hari telah beranjak senja, ketika urusanku dengan pihak surat kabar perihal pemasangan iklan ku, dan merelakan tak sedikit tabunganku untuk membayar biaya pemasangan iklanku itu.

Walau aku tau kalau lima hari kedepan aku harus berpuasa, namun aku puas dengan apa yang ku hasilkan sore ini. Dengan langkah ringan aku melangkah menuju gerbang indekos yang sudah mulai terlihat. Namun, langkahku terhenti ketika dari kejauhan aku melihat ada dua orang pria berbadan besar dan berpakaian hitam-hitam berdiri di sekitar gerbang indekosku. Aku mulai menganalis siapa kira-kira rekan satu indekosku yang berhutang pada deep collector. Aahh,,, aku tak suka melihat keadaan seperti ini, seolah-olah aku telah berbuat tak baik dan ketahuan.

Walau masih bertanya-tanya aku melangkah dengan pasti-karena aku yakin, bukan aku yang mereka cari-menuju gerbang indekosku.

"permisi om,,"sapa ku pada salah satu dari mereka yang menghalangi langkahku.

"kau yang bernama Dewangga Adiputra?" tanya seorang yang lain, dengan vibra suara yang membuat nyaliku ciut, dan memunculkan tanda tanya besar di kepalaku. Siapa mereka? Mengapa mereka mencariku? Seingatku aku tak pernah berhutang pada siapapun, kecuali Jono, Tio, atau Keling.

"anda siapa ya?" ujarku balik bertanya, aku harus mempersiapkan diri dulu donk, sebelum mengakui bahwa pemilik nama yang dia sebutkan sekarang sudah berdiri dengan sedikit ketakutan dihadapan mereka.

"nanti juga anda akan tau, sekarang anda ikut kami," ujar salah satu dari mereka yang berbadan lebih menyeramkan dari yang melontarkan pertanyaan pada ku tadi.

"apa-apan ini!? Lepaskan saya,!! Saya tak mengenal siapa anda!! Lepaskan!!" teriakku seraya mencoba melepaskan diri dari cengkeraman kedua centeng raksasa ini. Satu hal yang kusesalkan dalam keadaan ini, mengapa aku dulu menolak saat Bang Jeki-preman kolong jembatan-menawariku untuk belajar bela diri. Setidaknya aku akan tau apa yang harus ku lakukan pada situasi-situasi seperti ini. "lepaskaann!!!" aku masih berusaha memberontak, namun tenagaku kalah kuat dengan otot-otot kedua centeng raksasa itu, dan ya ampuunn,,, dari tadi siang kan aku belum makan sesuap nasi pun, pantas saja tenaga ku kalah kuat dari kedua centeng itu.

Karena tak kuasa melawan kekuatan dua raksasa itu, akupun menyerah dan membiarkan mereka memasukkan ku ke dalam mobil yang entah apa merknya. ya Tuhaaan,,, mengapa kesialanku tak berujung seperti ini? Keluhku saat akhirnya aku di bawa entah ke mana oleh kedua raksasa ini. Aku hanya bisa pasrah, dan mencoba memejamkan mataku, meletakkan semua letihku pada ke dua kelopak mataku, hingga aku tak tau lagi, terserah merak mau membawaku kemana. Yang ku tau aku sudah terlelap dalam lelah ku.

@@@

Amber's POV

Sepanjang hari ini kulewati dengan perasaan yng tak menentu, menanti sebuah hubungan komunikasi dari kedua orang tua yang entah sekarang berada di mana membuatku uring-uringan dari pagi. Aku rasa ulang tahunku kali ini tak kan ada ucapan selamat dari kedua orang tuaku. Yaaah,,, biarlah, terserah mereka mau melakukan apa saja yang mera sukai, asal uang sakuku tiap bulan tetap lancar. Di sekolah aku masih berusaha menemukan cowok menyebalkan yang tadi pagi bertabrakan denganku tanpa kata maaf, namun, seolah menghilang ditelan bumi. Ia tak kutemukan di sudut manapun dalam gedung sekolah ini. Bahkan aku pun telah bolak balik ke perpustakaan dan hasilnya masih tetap nihil.

Sudahlah, toh tak lama lagi aku akan mengetahui siapa dia. Ujarku mencoba bersabar beberapa jam lagi. Sesampainya di rumah aku langsung disambut oleh karyawanku yang menawariku makan siang, namun aku menolaknya, aku sudah tak berselera makan sejak menyadari kalau orang tuaku melupakanku. Aku memasuki sebuah kamar yang terbilang cukup besar dan didominasi dengan warna biru meneduhkan, seperti warna mataku. Yaa,, aku suka sekali warna biru, bagiku warna biru dapat menentramkan dan meneduhkanku dikala aku gundah dan resah.

Setelah berganti baju dengan baju yang lebih santai aku memanggil kedua asisten pribadiku-Angel dan Anggi-untuk menerima laporan hasil pengintaian keduanya. Mereka menyrahkan sebuah map, yang aku yakin di dalamnya terdapat data-data mengenai cowok menyebalkan tadi pagi. Perlahan aku membuka cover map tersebut dan pandanganku langsung tertuju pada selembar foto seorang cowok yang sedang tersenyum, terlihat ada sedikit lesung pipi yang timbul kala ia tersenyum.

"cakep juga," ujarku menyuarakan kata hatiku. Selanjutnya aku membaca profile lengkap dari cowok yang fotonya ada dilembar pertama map berwarna biru itu. "Dewangga Adiputra?? Keren juga namanya, tapi sayang penampilannya begitu menyedihkan," ujarku merendahkan.

"itu mungkin karena dia dulunya pernah tinggal bersama anak-anak jalanan Nona," jawab Anggi dengan hati-hati.

"apa kamu bilang!? Anak jalanan!? Maksudmu dia gembel!?" ujarku tak percaya. Pantas saja penampilannya begitu menyedihkan, ternyata,,, tapi,, bagaimana bisa gembel seperti dia berada satu sekolah dengan ku yang sempurna ini!? Waaahh,,, ini namanya mencoreng nama baik sekolah. SMA Galaxy kan sekolah yang khusus menerima murid-murid dari kalangan bangsawan. Kalau sampai seluruh siswa Galaxy tau ada seorang gembel yang berada di sekolah, pasti akan terjadi kehebohan besar, ujarku licik.

"dulu memang dia gembel nona, namun sekarang sudah tidak lagi," jawab Angel.

"tetep aja, kalo' dasarnya gembel seterusnya juga gembel," sahutku ketus.
Selang beberapa lama, aku sudah selesai membaca profile lengkap dari Dewa, dan tiba-tiba aku mempunyai rencana untuk mengisi hari ulang tahunku yang suram ini. Yaaa,,, setidaknya aku bisa sedikit menghibur diri dengan mempermalukan orang lain. Dan dia adalah Dewa!!

"Anggi, Angel,,!!" seruku memanggil kedua asisten pribadiku itu untuk mendekat.

"ya Nona,,!!" ujar mereka seraya berjalan menghampiriku.

"Angel, kamu perintahkan anak buahmu untuk membawa Dewa kehadapanku, malam ini juga, jika dia melawan, seret saja dia. Dan kau Anggi, siapkan pesta ulang tahun sederhana, malam ini, dan jangan lupa kau ambil gaun ulang tahunku yang sudah kupesan minggu kemarin. Laksanakan!! Dan jangan ada yang salah!!" perintahku pada mereka.

"baik Nona,," jawab mereka serempak.

"eemmm,,, maaf Non, sebelumnya saya ingin bertanya perihal pesta itu, siapa saja yang ingin anda undang?" tanya Anggi yang menuntut penjelasan.

"cukup semua karyawan di rumah ini dan keluarganya saja, aku tak mau mengundang orang yang tak aku kenal." jawabku tegas. "pergilah aku mau istirahat dan jangan ada yang berani menggangguku," ujarku seraya merebahkan badan letihku di atas ranjang empukku. Heemm,,, tunggu saja kau Dewangga Adiputra, aku kan mempermalukanmu, karena kau telah berani menghinaku tadi pagi. Ucapku sebelum kesadaranku mulai menipis.

@@@

Dewa's POV

Aku tak tau berapa lama aku tertidur, aku juga tak ingin repot-repot bertanya pada kedua centeng raksasa itu kemana aku akan dibawa. Lagipula, tak ada benda berharga yang dapat mereka ambil dalam tubuhku, kecuali organ-organ vitalnya, dan kurasa mereka bukan orang-orang yang mencari orang miskin dan tersudut dengan melambungnya harga-harga sehingga memutuskan untuk mendapatkan uang dengan cara singkat, ya dengan menjual organ vitalnya sendiri.

Lagipula dengan berpura-pura tidur-aku sudah bangun tatkala salah satu dari mereka menjawab telpon dengan suara yang sedikit berisik-seperti ini, aku dengan mudah dapat mencuri dengar apa yang sedang mereka bicarakan. Dari hasil pendengaranku mereka adalah orang-orang suruhan seorang ningrat-yang selalu ku benci keberadaannya-yang sedang kurang kerjaan sehingga membutuhkan hiburan dari orang-orang sepertiku. Ya, dengan cara mempermalukanku. Entah mengapa firasatku akan hal ini tajam sekali.

Setelah ku ingat-ingat, aku tak pernah membuat masalah dengan orang dari golongan tersebut. Sejauh ini aku selalu menghindari interaksi dengan kaum dari kasta itu, kecuali untuk mengambil keuntungan kecil dari berlipatnya harta mereka. Sial. Mungkin adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisiku saat ini. Setelah sederet lelah yang tak kunjung berhenti timbul satu masalah lagi, dari lambungku. Gangguan pencernaanku kambuh. Setelah kuingat-ingat lagi, seharian ini aku hampir tak menyentuh nasi-hanya secangkir teh pahit yang kuminum tadi pagi-sesuap pun, pantas saja jika sekarang perutku mengeluh minta untuk segera diisi, rupanya ia telah bosan mengolah asam lambung seharian ini.

Naasnya lagi, obat gangguan pencernaanku tertinggal di atas lemari indekosku. Hal itu hanya berarti satu hal, besok aku membolos lagi. Cckk,,, ternyata nasib baik pun perlahan meninggalkanku. Sebenarnya aku ini mau dibawa kemana!? Dari tadi tak sampai-sampai. Ketika sedang asyik dengan pikiranku, tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara nyaring salah satu centeng itu.

"heh, kau!! Turun!! Kita sudah sampai!!" ujarnya seraya membukakan pintu untuk ku. Dengan ogah-ogahan aku pun turun dari mobil-entah apa namanya-yang telah menjadi ruang penyiksaan selama beberapa-entah berapa lama aku dibawa oleh mereka-lama ini. Sesaat aku tertegun dengan pemandangan di depanku. Rumah yang berdiri dengan angkuhnya menjulang bagai menara babel-oke, mungkin aku sedikit berlebihan di sini-dan, yaa ampun ini rumah atau istana!?

Perkiraanku, pemilik rumah megah ini pasti seseorang yang arogan, terlihat dari kesanku pada saat memandang kemegahan rumah yang seolah mengejek siapapun yang datang berkunjung. Baru saja aku akan mengagumi taman yang ada di halaman istana-bangunan ini lebih mirip istana ketimbang sebuah rumah-itu, seseorang datang menyapaku dan membuyarkan semua lamunanku.

"benar, anda adalah Tuan muda Dewangga Adiputra?!" sapa seorang wanita berpenampilan layaknya seorang yang bekerja kantoran dengan sedikit senyum. Tapi, tunggu dulu, apa dia bilang tadi!? Tuan muda!? Haahh,, dia bercanda!? Dilihat dari sudut manapun aku tak layak menerima panggilan tersebut-bukan bermaksud merendahkan diri, namun kenyataannya memang seperti itulah diriku.

"ya, benar saya Dewa. Sebenarnya apa maksud anda membawa saya kemari?! Seingatku, aku tak pernah berurusan dengan orang kaya macam kalian, sebaiknya kalian melepaskanku saja!?" kataku sedikit ketus, orang-orang dari golongan seperti ini memang sangat menyebalkan.

Sambil tersenyum dia menjawab,"nanti juga anda akan tau. Sekarang, mari ikuti saya, nona muda sudah menunggu kedatangan anda."

Nona muda dia bilang!? Oh My God, bencana apa lagi yang harus kuhadapi, kurasa nona muda yang dimaksud oleh wanita itu sifatnya tak jauh beda dengan nona muda-nona muda yang lainnya. Arogan, keras kepala, dan manja. Haruskah aku menemui orang seperti itu!? Kalau boleh memilih aku tak sudi bertemu dengannya, dan apa tadi!? Dia sudah menungguku!? Yang benar saja, memangnya dia mengenalku sebelum ini. Cckk… kelakuan orang kaya memang tak mudah ditebak.

Memasuki rumah ini seperti memasuki galeri seni yang sangat eksklusif, banyak lukisan-lukisan tergantung di dinding ruangan, belum lagi keramik-keramik dan entah benda apalagi yang ada di sana-terlalu lama hidup dalam kemiskinan membuatku tak mudah mengenali benda-benda bermerek seperti ini. Wanita itu membawaku ke sebuah kamar yang luasnya empat kali lipat dari kamar indekos yang ku punya. Giillaaa,,, ini kamar apa kamar. Mewah dan entah gambaran apa lagi. Begitu megahnya hingga akupun tak menemukan padanan kata yang sesuai untuk menggambarkan keadaan kamar ini.

"sebelumnya, silahkan tuan muda membersihkan diri dan berganti pakaian. Pakaiannya sudah saya siapkan, ada di dalam lemari. Lebih baik anda cepat, karena nona muda kami tak suka menunggu." katanya sebelum meninggalkanku sendiri di ruangan ini.

Haahh,,, bahkan orang macam dia tak suka menunggu, kalau begitu lebih baik jangan membawa ku kesini, karena aku suka sekali membuat orang lain menunggu. Sebelum aku membersihkan diri, seperti yang dikatakan wanita-yang aku tak tau namanya-itu bilang, aku menyempatkan diri dulu untuk mengagumi interior kamar ini, seteelah cukup puas mengamati-tempat-tempat mana saja yang dapat kugunakan untuk bersembunyi dan meloloskan diri-aku pun beranjak menuju kamar mandi yang ada di dalam ruangan itu. Walau sudah menyiapkan diri untuk tidak terkejut dengan apa yang akan kujumpai di dalam, namun tetap saja, ketika aku membuka pintu itu aku terkejut juga dengan apa yang ada di dalamnya.

Ya Tuhaan,, di luar sana banyak orang yang berebut untuk mandi, dan disini satu kamar bisa untuk menampung belasan orang sekaligus saking luasnya kamar mandi ini. Tak lama-lama aku mengagumi kamar mandi yang benar-benar membuatku berdecak kagum. Badan yang sudah letih dan lengket membuatku untuk bergegas membersihkan diri. Rasanya nyaman sekali, mandi di sini, seluruh penatku hilang seketika berganti kenyamanan yang begitu menyenangkan. Hampir setengah jam aku berada di sini-waktu terlama dalam sejarah mandiku-aku pun memutuskan untuk mengakhirinya. Kurasa aku sudah cukup segar untuk menyambut entah apa itu, yang segera akan ku alami.

Setelah ini apa lagi kejutan yang akan kudapatkan?! Kurasa, aku pun tak dapat memperkirakannya, dan setelah kupikir-pikir aku sekarang jadi seperti pangeran kodok yang karena kecupan seorang putri dapat berubah menjadi seorang pangeran tampan. Dan yaah,, walau aku tak sesungguhnya mendapat kecupan itu, tapi ku rasa hal seperti ini dapatlah dikatakan sebuah kecupan, karena berhasil merubahku menjadi seseorang yang jauh lebih tampan dari sebelumnya, hahahha.

_____TBC_____

Tidak ada komentar:

Posting Komentar